Kamis, 27 Juni 2013

BELUM ADA CINTA DALAM KISAH INI (Bag. 0) (Sebelum mengenal Isa)

Namanya Zayn. Saat itu dia kuliah di sebuah Universitas terkenal di kota. Perjumpaan yang biasa karena namanya sering muncul dalam ICQ semacam:  Yahoo Mess tempo dulu. Sebelumnya dia juga sering muncul dalam kamar-kamar sibuk mIRC yang saat itu berisi tak lebih dari 30 nama. Kamar yang tidak terlalu riuh untuk mengenal. Kita pernah merencanakan pertemuan, tapi belum ada waktu yang pas. Hingga suatu hari, di sebuah warung dengan meja-meja komputer yang banyak itu, aku menerima pesan di ICQ: 'Zahrana, sepertinya aku melihatmu. Pakai biru-biru' Saat itu, umurku: 20 tahun. 

Gleg. dan aku kaget. 
Kita berada di ruangan yang sama baik maya dan nyata. 
Lalu, dia bilang, 'pada hitungan ketiga, kita tutup komputer dan cabut dari sini. okay?' Kita pun menutup komputer, berjalan menuju ke kasir tanpa suara sepatah katapun, membayar tagihan, dan keluar berurutan; dia di depan, aku di belakangnya. 

Saat itulah aku melihatnya, dekat: Zayn.

Kemudian, sederhana, kita makan siang, putar-putar naik bus menuju kampusku, kampusnya, kemudian kampusku, dan berhenti. Dia bilang, mari kita bertukar sesuatu yang berharga di tas. Dia mengeluarkan sebuah buku, novel. Aku belum sempat lihat judulnya, dan ia sudah menaruh paksa di tasku. 

'Eh ..'

Di tasku cuma ada: fotokopi buku Doa Kumayl. Aku suka bawa kemana-mana saat itu. Seperti buku kumpulan favorit puisi seseorang aku bawa kemana-mana aku baca berulang-ulang seperti lirik lagu suka lupa dan suka ingat di sela-sela lamunan. 

'Aku cuma bawa ini. Semoga suka'

Dia senyum. Kita ngobrol sebentar dan pisah pamit pulang. 

Aku buka tasku kembali saat perjalanan pulang. Oh, Gibran. Dan aku sudah punya. Kalau ini diberikan untukku, aku jadi punya dua buku yang sama. Sedikit mubadzir yah. Tapi ya sudah, diterima saja. 

Hingga esok pagi, sebuah pesan diterima. 
'Zahrana, aku sudah di kampusmu. Kamu bisa datang lebih awal?'

'Eh?'

Dia ingin bertemu dengannku lagi? Ada apa ya? Masih dengan mulut penuh roti. Langsung menuju kampus. Tidak tenang. Ada apa ya? Bus nya terasa lama sekali. Seharusnya tadi tidak naik Bus Tingkat. Duh lama sekali .... hingga aku dibawa ke sebuah suasana:

angin semilir
terpaan pepohonan lembut menyentuh jendela bus
dan angin semilir lagi,
dan sebuah imajinasi saat nanti Zayn bertemu denganku, mungkin dia bilang kalau ....

'KAMPUS!!' seseorang naik tangga bus tingkat ke atas dan berteriak merusak lamunan. 
Aku bergegas, dan lari menuju hall di bawah masjid kampus. 
Kulihat seseorang sudah menunggu. 
Baju putih celana jeans: Zayn. 

- 'Maaf terlambat' kataku.
- 'tak apa' katanya
- 'Kenapa?' tanyaku
- 'Aku cuma mau mengembalikan ini' ia menjawab singkat.

dia memberikan kembali buku doa Kumayl padaku. 
Gleg. dan aku kaget. 

- 'Ehm ..' aku kehilangan suara tibatiba. 
- 'bukuku mana? novel kemaren?' ia bertanya. Buru-buru seperti seolah tak nyaman berlamalama. 
- 'Oh ..' aku masih belum kembali utuh setelah dipecah rasa kaget.
- 'Zahrana .. hey?' sedikit mengejar kesadaranku. 
- 'Ya! .. ini Gibran khan? Ini macam kumpulan puisi, bukan novel' 

Dan cuma itu yang bisa keluar dari mulutku.
Selebihnya dia yang berbicara banyak tapi aku tak ingat satupun.
Hanya ingat saja bagian akhir di perjumpaan. 

'Maaf yah ...'

Dan dia pergi meninggalkan rasa tidak nyaman dalam diriku, datang pagipagi ke kampus, dalam keadaan perut lapar dan ditolak pertemanan. Tapi ya sudah, mungkin Semesta tidak ingin aku buang-buang waktu dengannya. Gibran yang dia berikan aku kemarin saja sudah berencana mubadzir di rak buku ku. Ini sebuah pertanda yang luput aku catat. 





Semoga kelak aku bisa melihat pertanda lagi sebelum aku jatuh. Untung belum mengenal CINTA saat itu. Tapi kadang kalau lihat Bus Tingkat, suka ingat  (ha ha ha!) namanya juga kecewa. Siapa sangka Kumayl bisa membawa dampak seperti itu. Mulai saat itu, nama mIRC ku: ZahranaKumayl. Sehingga jika ada yang mendekat, mereka harus menerima aku apa-adanya. Kalau tidak, akan membuat luka. Kemudian aku bertemu dengan orang-orang yang menerima aku apa adanya, kita berbicara banyak hal dari mulai materialisme, dialog dan logika. Beberapa masih bisa ditemukan dan beberapa menghilang ditelan kesibukan. Tapi mereka senantiasa ada dalam jurnal kehidupan. Terimakasih.[ ]


situs bersejarah: 


Rabu, 26 Juni 2013

TAK ADA CINTA DALAM KISAH INI (tak ada kata CINTA pula dalam kisah ini)

Namanya Isa. Aku mengenalnya entah darimana aku sendiri tetiba lupa. Kita bercerita banyak hal. Hanya lewat telepon tapi tak pernah merencanakan sebuah pertemuan. 


Suatu hari ia menanyakan apakah aku ada kegiatan hari Kamis malam. Aku menjawab, 'Aku baca doa Kumayl hingga selepas Isya' lalu makan malam dan mungkin mengerjakan tugas kuliah.' Saat itu aku masih kuliah, umur 23 tahun. Sehari setelah hari Kamis, ia tak ada kabar. Kemudian dua hari sesudahnya, ia tak berkabar. Biasanya malam minggu kita akan nonton film bareng. Dia di sana. Aku di sini. Aku bahkan tak tahu ia tinggal di mana. Tapi kini tiada kabar. Aku memberanikan diri, meneleponnya dengan harap ia mau menjelaskan mengapa sekian lama tak menanyakan kabarku, meski lucu kalau cuma sehari dua hari tak berkabar lalu aku cemas seperti kasmaran. 

Teleponku tak diangkat. 
Aku telepon lagi. 
Tak diangkat. 
Lagi. 
Masih tak diangkat. 
Lagi.
Tak ada jawaban.
Berkali-kali, lagi.
Tetap tak ada jawaban.


Tiga hari tanpa kabar.
Empat hari. 
Lima hari. 
Enam hari. 

Esoknya, dia telepon. Tanpa rasa bersalah, ia memintaku untuk mau menemuinya. 
Aku cuma bisa bilang, 'okay' ... tanpa menanyakan kembali mengapa ia sudah sekian hari tanpa kabar. Rasanya marah sedih bahagia kangen kecewa jadi satu. 

Dan hari pertemuan itu pun datang. 
Hari itu, aku datang lebih awal dari dia. Cukup menunjukkan kalau aku menantikan ini semua. Bertemu dengan seseorang yang setiap hari berbagi buku harian. Ya. Aku menantikan ini, sangat. 
Dan ia pun muncul. Sosok yang tak terbayangkan sebelumnya. Aku belum pernah melihat sebelumnya. Jelas ia bukan orang dari masa laluku. Seseorang yang asing, yang ketika ia memanggil namaku, 'Zahrana ...' nampak tak asing lagi. 

'Hi' kita pun saling menyapa.

Kita menghabiskan waktu yang kita miliki hari itu. 
Sarapan pagi.
Jalan-jalan ke lapak buku di bawah pohon dan membicarakan buku-buku bekas yang dijual.
Duduk di bawah pohon dan bercanda.
Jalan-jalan ke lapak kaset bekas dan membicarakan kaset-kaset bekas yang dijual.
Duduk di bawah pohon dan makan siang.
Jalan-jalan menuju suatu tempat dan duduk sunyi sambil menahan hati gejolak dengan nyeri.

... dan kita bertukar pandangan, wajahnya nampak sedih tapi aku tak menanyakan hal itu padanya. 
kita duduk sunyi hingga senja tiba dan matahari terbenam. aku pun pulang. 

'Pak, antarkan kekasihku ini pulang dengan aman sampai rumahnya ya ...' ia berpesan pada taksi yang mengantarkanku pulang. Aku tersenyum rindu menyerang meski wajahnya masih di hadapanku. Ini sebuah rasa. Tapi masih ada yang hilang. Entah apa yang hilang. 

Aku pun pulang tertidur pejam mata dan terbayang senyumku sendiri. Indah sekali senyumku saat bersamanya. Sepertinya aku bahagia. Sangat. Tidak bisa kugambarkan senyum apa yang menempel padaku saat itu. Hingga matahari menyinar masuk kamar, aku masih terbangun dalam keadaan mengagumi senyumku sendiri. 

Mandi, senyum
Sarapan, senyum.
Ambil tas, buka pintu, jalan ke tempat kerja magang, (dengan) senyum. 
Melewati etalase toko, senyum. 
Aku cantik sekali. 
Senyumku.

Tiba di kantor,

'Zahrana, ada yang menitipkan ini untukmu' sapa teman kerjaku. 
'Siapa?' tanyaku. dan tak seorang pun tahu siapa yang menitipkan sebuah amplop coklat itu. 
Aku menuju mejaku dan kubuka cepat-cepat. 

Dan betapa kagetnya, sebuah buku dengan judul yang menusuk: BAHAYA SYIAH.


'Isa?' 

ada surat kecil, 
'Kita bertemu lagi jika kita sudah seiman. Sekarang, selamat tinggal.'

Waktu bagai terhenti. 
Rasanya marah sedih bahagia kangen kecewa jadi satu. 
Masih terngiang saat suaranya menyebutku, 'kekasih'.
Masih terngiang suara dering telepon.
Kadang aku mendengarnya meski telepon sudah kucabut.
Kadang masih terdengar meski telepon sudah kumasukkan lemari.
Dan lagilagi masih terdengar telepon meski ia sudah di tempat sampah di luar rumah bahkan sudah di tempat pembuangan sampah sekalipun terngiang tiada henti dan aku tak tahu ini sakit apa. 

Seminggu, rindu.
Sebulan, hati masih sakit.
Dua bulan, baru terasa marah.
Tiga bulan, hampa. 
Enam bulan, masih kecewa.
Setahun, aku baru sanggup menuliskan kisah ini: TAK ADA CINTA DALAM KISAH INI. 


Jumat, 14 Juni 2013

Lucid Dream yang berat juga ...


Lucid Dream 1:

Aku terbangun. tepat jam 3:15. bukan main kagetnya aku mendapatkan mimpi yang engga mudah kujalani. aku saat itu berada disebuah tempat yang tidak di inginkan. semacam lokasi bermain tembak-tembakan. Ada seorang lawan kuat y ang harus kulawan, saat itu pasukannku cuma aku, adikku Ali dan Naya dan mamaku. aku sembunyikan anakku di kamar paling ujung dengan mainan mainannya. Saat musuh datang aku siap siap menembak. Dan terjadilah baku tembak yang lama. Hingga musuh menyerah dan mengeluarkan utusan yang tangguh lagi, cuma satu lelaki. Bajunya seperti baju baja yang tahan tembakan. Dia awalnya mulai menyerang, kita sudah ketakutan tibatiba dia menghilang dan sudah mendekati tempat aku sembunyi bersama mamaku dan anakku. Dia maju dan memanggilku minta bantuan. Aku pun memberinya bantuan meski mamaku udah ketakutan kalau aku akan ditembaknya. Rupanya ada yang lepas di bagian belakang baju bajanya. Setelah kukaitkan, engga sengaja aku menyentuh tangannya. Dingin sekali. Saat itu dia sudah mau mencengkeramku, oh nooo mati aku sebentar lagi. Lalu Lucid Dream: dia salaman saja dan sepertinya ada rasa diantara kita  cuma kita nyadar rintangan yang kita hadang, aku manusa, dia separuh robot. 

dan mimpi pun pindah

Lucid Dream 2:

Aku berada di sebuah taman kecil di atas bukit. Aku di situ untuk melihat apakah mata air baik-baik saja. Kemudian ada ibu-ibu melihat kalau mata air meninggi dan air tambah tinggi dan pegunungan hampir tergenang. Aku pun bingung, ini kalau aku engga turun ke kota kasih kabar, yang di bawah bisa tenggelam. tapi kalau aku ke kota duluan, bisa jadi ku di lahap air di tengah perjalanan karena aku harus tempuh dengan mobil. Aku bingung dan tidak kelihatan satu mobil pun. Kabut semakin tebal dan jarang pandang 1 meter saja. Ini benar benar tidak ada mobil. Aku kalah sampai di sini???? lalu aku Lucid Dream. Aku adakan mobil Jipp hitam di ujung jalan, aku naiki dan melaju cepat dan sangat cepat sehingga aku bisa kasih kabar ke orang orang dibawah sekaligus bawa keluargaku di Jipp dan melaju ke tempat penyelamatan, bukit tinggi disebelahnya. Ternyata, bukit yang satunya rusak karena digali terus batunya sehingga alamnya marah, sedanng bukit tempat kta mau menyelamatkan diri masih perawan dan tidak banyak ditebangi pohon dan masih utuh batu batuannya. 

Merasa tugas selesai, Lucid Dream: aku bangun. Haduh ... berat banget di kepala. 
Ini ditulis langsung begitu bangun (tapi minum dan sujud dulu. kepala berat!)

Maafkan kalau ada salah ketik. Agak malas editing kalau sudah nulis cepat. 

Senin, 10 Juni 2013

Toddlers are truly the coolest people I know



They don't care what you think. They don't care how they look. 
They aren't ashamed of their bodies or the silly way they dance or their wild hair or mismatched shoes. They marvel at the wonder of bugs and all living creatures. 
Their innocence is truly something to behold.
 If adults had the persistence that they possess, can you imagine the possibilities?! 
They are full energy, independence and so. much. love.

Can you imagine what a boring world this place would be if we didn't have them? :-)


takenfrom: The Skeptical Mother

Paul dan Paula (sebuah kisah di kereta)

Diambil dari petikan kisah Paul dan Paula (novel Aida Vyasa -- belum terbit)
Sepotong kisah di bulan September 2006.



Perkenankan aku untuk bercerita apa yang dialami Paula hari ini.
11 September 2006 (Yogya-Solo)

Siang tadi, aku – Paula, terseok-seok haus saat menunggu kereta express menuju kampung halaman. Mataku yang rabun karena kelelahan, cukup kuat untuk melihat Paul yang menuju kereta yang sama yang kunaiki. Ia tersenyum, dan tanpa banyak kata langsung duduk di sampingku. Aku yang merasa sedikit canggung atas perasaan yang pernah bersemi, tanpa basa-basi, hanya membalas senyumannya dengan senyuman. Seperti layaknya orang asing, kami pun tak banyak berbicara ketika kereta mulai kencang lajunya. Lima belas menit pertama kami juga tak bertukar sepatah kata pun.
Kulirik dari sudut mata kalau pandangannya jauh ke depan, dan aku pun menyandarkan kepalaku ke dekat jendela. Aku mulai menutup mata, dan siap untuk ke alam mimpi. Dihantar oleh guncangan kereta yang melaju, bisa kurasakan kaki Paul yang menyentuh kakiku. Guncangan yang alami itu membuat kaki-kaki bergeser secara alami. Akupun berpura-pura terlelap sembari merasakan desakan lembut kaki Paul yang menyentuh kakiku yang sama-sama terbalut pakaian rapi dan tebal karena musim mangga yang dingin. Aku menikmatinya, dan ketika aku berusaha untuk menarik kakiku dan merapat, ia pun seolah mencari sandarannya yang bergesar. Permainan tarik ulur ini kami lakukan dengan mata terpejam dan keterpura-puraan. Aku bisa merasakan kalau Paul melakukan hal yang sama denganku. Kami mengindahkan keadaan sekitar, pura-pura terlelap, dan kaki-kaki kami saling bersinggungan karena guncangan.
Perlahan aku merasakan lengannya yang menyentuh lenganku. Kemudian kurasakan aura tubuhnya yang makin mendekat dan mengoyak aura penjagaanku. Selama tiga detik kubuka mataku untuk melihat apa yang terjadi antara aku dan dia, dan betapa terkejutnya aku ketika aku melihat kepalanya berjarak sekitar 15 cm dari pundakku. Ia seperti terayun-ayun untuk menyandarkan kepalanya ke diriku. Aku pun juga tak sabar untuk menerimanya. Aku kembali memejamkan mata sebelum orang melihat. Sambil berharap ia menyandarkan kepalanya ....

Kereta berhenti. Gerakannya menghentak.
Aku terbangun, dan kudapati Paul yang telah menyandarkan kepalanya di pundakku. Perlahan ia pun bangun dan menatapku. Tersenyum seolah tak terjadi apa-apa. Paul adalah dosenku sewaktu aku di SMU dulu. Aku pernah diam-diam mencintainya. Dan meski ia mengetahui perasaanku ini, tetap saja ia menjadi guru pembimbingku sewaktu menyusun tugas akhir sekolah. Aku melihatnya sebagai alasan untuk lebih dekat denganku. 

Seperti dosa-dosa yang biasa terjadi pada diri manusia, aku pun merasa ketagihan. Paul pun juga. Sebelum berpisah, kami berjanji akan bertemu di gerbong kereta yang sama. Mungkin sebuah harapan agar permainan bisa dilanjutkan.

Tuhan, kami tidak bercinta ... it’s only as if we did.

After all we are all ordinary people
God only knows which is which and who is who


Minggu, 09 Juni 2013

Suhaila: generasi bunga

Suhaila, berumur 2,5 tahun ... alhamdulillah. 

Di awal umur 1,5 tahun biasanya anak sudah bisa bicara satu dua kata. Bahkan umur 2 tahun sudah banyak anak yang lancar bicara. Tapi Suhaila di umur 2 tahunnya masih dengan bahasa kartun dengan aksen dan suara yang lucu. Memang sudah bisa panggil nama dia sendiri dan nama orang-orang di rumah, tapi masih kesusahan dalam pengucapannya. Anak sepupuku yang umurnya terpaut 4 bulan lebih tua dari Suhaila sudah mahir bicara, sehingga komunikasi lebih lancar. Tapi ku engga pernah merasa ada yang aneh dengan Suhaila, meski terbersit sedikit khawatir. 

Ternyata tiap anak memang beda satu dengan yang lain.
Suatu hari, Suhaila memberi kejutan saat ku ajak ke taman. Aku ajak dia nyanyi, 'Lihat kebunku, penuh dengan bunga ...' dan tibatiba dia nyeletuk, 'no, Uma, ... flaweur .. flaweur ...' Aku masih kurang nangkep pembicaraan dia. Sampai dia nunjuk sebuah bunga, 'Flaweur, Uma ...'

Kata-kata pertama yang kupaham dari Suhaila, selain nama panggilan dan 'No!'


Flower ...
sejak itu, Suhaila resmi masuk Generasi Bunga (HIPPIE ... yihaaa!!!) mengikuti jejak ibunya. Menyanyi menari sesuka hati dengan bahasanya sendiri. 

Dan sejak itu pula Suhaila makin mahir berbicara dan berkomunikasi meski dalam satu kalimat ada dua bahasa, Inggris dan Indonesia. Seperti: 'look, Uma, white kite, jatoh!' atau 'Mo sama Ali, in da house'. Dan sekarang,  ibunya lagi sibuk hunting sekolah mana yang bisa bikin Suhaila engga bandel lidahnya dan mau ngomong dalam Bahasa Indonesia ketimbang Inggris, karena keseringan dia lebih memilih mengucapkan: Yellow ketimbang Kuning. T_T

Agak kacau memang, tapi yang penting sudah lancar komunikasi daripada 6 bulan yang lalu. Amin Amin Amin ...

-suhaila (2 tahun 2 bulan)-


ku selalu percaya ada berkah tersendiri dari sebuah kesalahan terindah dengan menaruh kotak hitam di ruang tengah keluarga, sejak pertama kenal TV hingga sekarang, selalu suka dengan warna-warninya yang menyentuh mata. Jangan dikaitkan dengan TV berita atau Newstainment jika bicara tentang kotak hitam di ruang tengah di rumahku :) karena acaranya tidak betah dengan warta berita, selain DUNIA DALAM BERITA era 90'an. selebihnya cuma BBC Knowledge n kids, Disney Junior, National Geographic, Animal Planet, dan RT 

Minggu, 02 Juni 2013

bangun dari sebuah mimpi


aku mimpi indah selama beberapa hari ini. sangat indah. bahkan hingga perut terasa geli menahan bahagia. berdesir. sebuah kerinduan akan sesuatu. dikagumi. dinanti. dipeluk oleh aroma melati. hangat bagai teh di pagi hari.
tapi cuma mimpi, kata orang. 

salah.

buatku mimpi adalah segalanya. lebih nyata ada daripada realita. aku lebih jujur terhadap sebuah mimpi daripada saat aku bertemu dengan sebuah kenyataan, hingga orang sering mengatakan padaku, "jangan mimpi kamu, Da!"


tapi aku tetap bermimpi. tak sedikitpun rasa untuk mengurangi jatah waktu menyendiri dan masuk ke dalamnya. terimakasih sudah memberi bunga pada lamunanku. sangat indah meski itu biasa saja untuk sebagian orang, bahkam untukmu juga.

selamat tidur dan semoga bangun dalam keadaan tidak ingat apapun kecuali namamu sendiri, Sartre. jaga diri baik-baik ...

Sabtu, 01 Juni 2013

untuk Suhaila tercinta


tidak mudah menjadi diriku. sama seperti kalian. tidak mudah menjadi diri kalian. membawa tugas masingmasing. memikul beban yang berat dan bertahan dengan kekuatan yang diperjuangkan. kelak semoga Suhaila jadi perempuan yang bahagia dan membahagiakan. maafkan uma yang tidak bisa memutus karma sehingga dirimu yang menderita. aku selipkan sebuah ramuan doa di buku agendamu. kelak jika sudah dewasa, selalu diterapkan selepas sembahyang ya. sehingga apa yang terjadi pada uma mu tidak akan pernah terjadi padamu, cantik .... ILoveYou