Tentang semua keributan yang ada di dunia ini. Kehidupan yang
cuma sebentar ini apa mau dibuat ribut terus? Tentu tidak bukan? Ada banyak hal
yang menyenangkan yang bisa dilakukan. Ada banyak cara untuk membahagiakan
orang-orang di sekitar kita dan juga yang jauh dari kita -- selain dengan dana dan derma: yaitu mengirimkan doa, memberikan maaf secara diam-diam, atau sekedar merindukan dan mengharapkan agar
mereka hidup sehat sejahtera dunia akherat.
Ketika kita mendengarkan isu yang besar dan mungkin dibesar-besarkan,
kita tidak terdengar bahwa ada sosok kecil di dekat kita yang lirih memohon
agar kita mau mendengarkannya. Sama seperti saat aku memakaikan kaos Save
Palestine ke anakku. Dia paham aja tidak dengan Palestine atau bahkan saat aku
memakaikannya kaos Hezbollah. Dia aja nanya, ‘Ini gambar apa ya, Uma?’ Aku mau
menjelaskannya aja males loh. Padahal partai Hezbollah itu partai Fav-ku meski
di Indonesia mereka tidak punya andil apa-apa, Cuma karena suka dengan cara mereka
membantai teroris berkedok Islam dan antek-anteknya, jadi suka aja dan berharap
kalau mereka tahu bahwa banyak orang Indonesia yang menjadi penggemarnya.
Manusia itu punya rentang hidup yang pendek di Planet Bumi ini, jadi
untuk apa sibuk membenci, sementara waktu untuk berbagi kasih saja pendeknya
bukan main. Sungguh 90 tahun itu waktu yang singkat, iya kalau umur kita
nyampai 90 tahun. Aku aja maunya lebih, mungkin 145 tahun dengan fisik yang
mandeg menua di umur 75 tahun; jadi berharap saat umur 145 tahun, fisikku masih
seperti nenek-nenek umur 75 tahun. Mengapa? Karena hidup di Bumi itu
menyenangkan loh sebenernya. Ya bukannya tidak mendamba Sorga atau takut mati.
Tapi kalau cukup membahagiakan dengan segala kerumitannya yang ada, mengapa
tidak boleh mencintai kehidupan di Bumi? Toh ini juga anugrah, dan bukan sebuah
dosa, seperti yang digambarkan mite-mite kehidupan Adam dan Hawa yang turun
dari sorga ke Bumi.
Jangan salah, dulu aku juga suka ribut akan hal kecil. Semua hal
dianggap menjadi beban yang berat. Tapi lambat laun, aku kok merasa seperti
sedang main drama. Bisa saja kok aku tidak suka dengan scriptnya dan kuubah
saja sedemikian rupa sehingga aku menyukainya dengan membuang segala hal
dramatis di dalamnya. Jadi ketika menghadapi masalah yang pelik, meski sempat
jatuh, aku punya harapan dan bangun kembali; dan merasa bahwa kehidupan itu ya
begini nih. Selalu ada hal yang diributkan, hanya saja apa kita mau ribut terus
atau tidak itu tergantung pada kita kok.
Skala kecilnya adalah menghadapi anak yang tantrum. Anak kalau sudah
tantrum waduh susah diajak bicara, ada anak yang nangis ga jelas, murung,
cemberut, ngambek dan macam-macam polah tantrumnya. Kalau sudah gitu biasanya
ku engga sabar dan ikutan ngomel, eh anaknya makin liar ga karuan. Akhirnya
sampai pada sebuah titik sadar dimana sepertinya lebih enak kalau berjalan
damai saja. Aku coba menurunkan emosi dan ego dan merendahkan suara, aku tanya
baik-baik dan penuh penasaran:
‘Dik kamu maunya gimana?’
‘peluk uma’
‘Udah Cuma itu aja?’
‘iya’
Kita berdua berpelukan dan
semuanya baik-baik saja.
Di lain hari aku juga tanya hal yang sama ketika
tantrum. Dia jawabnya, ‘Mau pukul uma’ dan waktu aku kasih tanganku buat
dipukul, dia pukul juga tanganku, tapi habis itu kita pelukan. Tantrum pun
kelar. Ternyata kalau salah satunya tidak ribut, itu meredam kekacauan. Tapi
kalau dua belah pihak ribut dan jawab-jawaban ga selesai, ya sudah … perang
panas dan perang dingin engga kelar-kelar. Baru nanti kalau sudah adem anaknya
kita kasih penjelasan, ‘Sakit juga ya dipukul, lain kali nanti minta dipeluk
erat-erat saja deh.’
Skala besarnya, kalian tarik-tarik saja sendiri ke konteks masing-masing.
Renungkan sendiri untuk
apa sih keributan yang berdarah-darah ini ada?
Demi Tuhan? Makhluknya aja engga suka perang. Apalagi Tuhan. Kalau seseorang percaya bahwa Tuhan itu di luar dirinya, ya mungkin saja beda dengan pandanganku. Pandanganku, Tuhan ada dalam diri setiap makhluknya, baik itu yang makhluk hidup ataupun yang 'tidak hidup' seperti bebatuan.
Demi Waktu! Semoga kita semua diberi umur yang bermanfaat, dan saat kita
meniup lilin ataupun saat merayakan ulang tahun dengan syukuran, kita selalu
ingat bahwa kegiatan yang satu bukan merupakan vice versa kegiatan yang lain,
sehingga kita akan melihat perbedaan itu bukan hal yang salah, tapi lebih
merupakan variasi jalan lain menuju tujuan yang sama. [ ]