Pendahuluan
Penderitaan
dan kehilangan akibat kejadian yang luar biasa konflik dan bencana alam
biasanya menyebabkan gangguan trauma dan psikososial bagi para korban. Secara
personal orang yang menderita masalah psikososial mengalami depresi,
ketidakpercayaan diri, kehilangan harapan, semangat hidup dan kehampaan
spiritual. Gangguan semacam ini akan mengakibatkan macam-macam seperti
mengurung diri, perilaku agresif, dan paranoid. Depresi mampu memutuskan pegangan
hidup dan menjauhkan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan kita, tapi besar
kemungkinan jika pendekatannya benar, maka kegiatan spiritual bisa
mengembalikan semangat hidup seseorang yang depresi. Dalam hal ini,
spiritualitas bisa jadi alat pembantu dalam penyembuhan masalah mental
breakdown atau menjadi sebuah recovery/pemulihan dan peace building/upaya
bangun damai. Akan tetapi pada intinya penyembuhan seluruh dunia dimulai dari
penyembuhan diri sendiri. Jika tidak mampu melakukan self-healing, bagaimana
bisa melakukan social-healing?
Menurut
Caroline Myss, stress atau gangguan emosional dan spiritual adalah akar dari
segala penyakit fisik.
Memahami bahwa manusia memiliki energi yang tersambung dengan Semesta besar dan
Semesta kecil adalah salah satu sarana untuk memahami diri sendiri, sebuah
jalan untuk melewati tantangan spiritual.[1] Spiritualitas berbicara masalah keseimbangan tubuh, jiwa, dan pikiran.
Hindu sebagai kearifan tertua memiliki spiritualitas yang bisa diadopsi oleh
pengikut agama apapun. Dalam hal praktek, sebut saja Yoga dan meditasi. Untuk
masuk ke pemahaman spiritualitas Hindu, perlu dipahami sejarah agama Hindu,
kitab suci, simbol-simbolnya yang merupakan pendukung pemahaman spiritualitas
Hindu.
Pada intinya, artikel
ini ingin memaparkan kebergunaan meditasi, yoga dan mantra
Gayatri dalam spiritual healing yang merupakan kegiatan keberagamaan
Hindu. Artikel ini nantinya
akan berbicara mengenai kearifan mantra gayatri yang dipadu dengan ritual yoga
dalam kearifan hindu dalam melihat pikiran tubuh dalam memahami diri sendiri
(sebagai manusia), orang lain dan serentetan kejadian dalam segala kehidupan.
Penglihatan semacam ini dapat menghantarkan kita untuk melihat potensi jiwa
yang tak terbatas untuk meraih keutuhan sebuah kehidupan yang sehat (holistik).
Kehidupan
Beragama
Dalam banyak tradisi agama dan budaya,
kesadaran jiwa, atau kekuatan jiwa manusia sering dipandang bersumber dari
Ilahi (divine). Pada hakikatnya kegiatan beragama
itu pemujaan terhadap Tuhan. Hakikat pemujaan yakni membangunkan kekuatan
spiritual. Kekuatan suci spiritual adalah sumber energi untuk menggerakkan
hidup. Tiap pusat energi berisi
hikmah kehidupan spiritual universal yang harus dipelajari manusia jika ingin
dirinya menuju ke tingkat yang lebih tinggi dan bertemu dengan higher-self nya.
Dalam
agama-agama Timur seperti Hindu, dikenal pemahaman tentang cakra. Sistem cakra
merupakan gambaran kedewasaan individu melalui tujuh tahap yang berbeda-beda.
Cakra-cakra itu tersusun secara vertikal, berderet dari bawah tulang punggung
hingga mahkota kepala. Menurut Caroline Myss, ini menyiratkan bahwa manusia
menanjak ke arah Ilahi dengan menguasai dorongan dunia fisik yang membangkitkan
nafsu secara bertahap. Semakin ke atas maka kita semakin menuju ke arah yang lebih
baik dalam meraih kekuatan diri dan spiritual.
Berikut adalah kehidupan
spiritual yang digambarkan tujuh cakra, seperti yang dijelaskan oleh Caroline
Myss seorang spiritualis dan penyembuh dalam bukunya Anatomy of the Spirit:[2]
Cakra
pertama: hikmah yang terkait dengan dunia material
Cakra
kedua: hikmah yang terkait dengan seksualitas, pekerjaan, dan hasrat fisik
Cakra
ketiga: hikmah yang terkait dengan ego, kepribadian, dan harga diri
Cakra
keempat: hikmah yang terkait dengan cinta, pemaafan, dan rasa iba
Cakra
kelima: hikmah yang terkait dengan keinginan dan ekspresi diri
Cakra
keenam: hikmah yang terkait dengan pikiran, intuisi, wawasan, dan kearifan
Cakra
ketujuh: hikmah yang terkait dengan spiritualitas
Hidup seyogianya
bergerak menuju puncak-puncak kesuksesan mewujudkan tujuan hidup secara
bertahap. Dalam Hindu, segala perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan ini
adalah ibadah. Maka itu, tujuan hidup menurut agama Hindu adalah
mencapai dharma, artha, dan kama. Ketiga hal tersebut
sebagai landasan untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi yakni moksha.
Jadi, bisa dikatakan prinsip dasar kehidupan manusia adalah terlaksananya atau
tercapainya catur purusa artha yaitu dharma, artha, kama,
dan mokhsa.
Dharma
maksudnya
melaksanakan kewajiban dasar kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling
sempurna. Dharma kita sebagai manusia adalah melakukan pelayanan bhakti.
Pelayanan yang utama haruslah diberikan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam
Bhagawad Gita dinyatakan bhaktya mam abhijanati, yang artinya 'Tuhan
hanya dapat dipahami dengan Bhakti.' Kata 'mam' disini adalah
Krsna atau Bhagawan.
Dalam
agama Hindu, segala penciptaan, sekecil apapun merupakan bagian yang satu
dengan Tuhan. Seperti yang dijelaskan oleh Prabhupada dalam tafsiran
Bhagavad-gita, bahwa menurut sifatnya, bagian percikan sekecil atom dari Roh
yang Paling Utama, bersatu dengan Yang Maha Kuasa. Dalam Sloka 2.20
Bhagawad-gita[3]:
Na jayate mriyate va
kadacin
nayam bhutva bhavita
va na bhuyah
ajo nityah sasvato
'yam purano
na hanyate hanyamane
sarire
artinya: tidak
ada kelahiran maupun kematian bagi sang roh pada saat manapun. Dia tidak
diciptakan pada masa lampau, ia tidak diciptakan pada masa sekarang. Dan tidak
akan diciptakan pada masa yang akan datang. Dia tidak dilahirkan, berada untuk
selamanya, dan bersifat abadi. Dia tidak terbunuh apabila badan dibunuh.
Pemahaman
tentang dharma harus didahului dengan pemahaman kita pada Yang Maha
Kuasa – Beliau yang kita beri bhakti. Penciptaan ruh, atau apapun di
dunia ini, merupakan sesuatu yang sudah pasti terjadi. Penyesalan atas nasib yang menimpa kita seharusnya
tidak terjadi berlarut-larut karena sudah merupakan tugas kita sebagai pelaku
dunia untuk menjalani kehidupan yang kita cipta
sendiri. Aneka ragam kemalangan, nasib sial, dan bencana, sebetulnya adalah
ulah manusia sendiri yang tidak mau berhenti menganggap bahwa segala hal yang
terjadi adalah guru kehidupan kita. Seperti yang dijelaskan dalam Sloka 2.27[4]:
jatasya hi dhruvo
mrtyur
dhruvam janma
mstasya ca
tasmad apariharye
'rthe
na tvam socitum
arhasi
artinya: orang
yang sudah dilahirkan pasti akan meninggal, dan sesudah kematian, seseorang
pasti akan dilahirkan lagi. Karena itu, dalam melaksanakan tugas kewajibanmu
yang tidak dapat dihindari, hendaknya kau jangan menyesal.
Lantas, bagaimana Tuhan dipahami?
Tuhan adalah Semesta. Ketika
umat Hindu memuja sungai Gangga, bukanlah air itu dianggap sebagai Tuhan, akan
tetapi air merupakan bagian dari Tuhan, sama seperti kita – manusia, yang
merupakan bagian dari Sang Hyang Widhi. Seperti yang digambarkan dalam Bhagawad-gita Sloka 11.39[5]:
vayur yamo 'gnir
varunah sasankah
prajapatis tvam
prapitamahas ca
namo namas te 'stu
sahasra-krtvah
punas ca bhuyo 'pi
namo namas te
artinya: Andalah
udara, dan Andalah Yang MahaKuasa! Anda adalah api, Anda adalah air, Anda
adalah Bulan! Anda adalah Brahma, makhluk hidup yang pertama, Anda adalah kakek
moyang semua makhluk. Karena itu hamba bersujud dengan hormat kepada Anda
seribu kali, kemudian berulang lagi.
Menurut
Prabhupada, di dalam bhagawad-gita, Krsna disebut udara karena udara adalah
perwujudan terpenting semua dewa, sebab udara ada di mana-mana. Arjuna juga
menyebutkan Krsna sebagai kakek moyang semua makhluk hidup karena Krsna adalah
ayah Brahma, makhluk hidup pertama di alam semesta. Isvara (Tuhan Yang Maha
Esa), jiva (makhluk hidup), prakrti (alam), kala (waktu
yang kekal) dan karma (kegiatan) semua dijelaskan dalam Bhagawad-gita.
Di antara kelima hal tersebut, Tuhan Yang Maha Esa, para makhluk hidup, alam
material, dan waktu adalah kekal.[6]
Hubungan
antara Arjuna dan Krsna dalah kawan dekat atau sahabat. Krsna, kawannya, adalah
kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan dapat memperlihatkan bentuk semesta yang
begitu ajaib. Dalam suatu kisah, termuat dalam Sloka 11.46[7]:
kiritinam gadinam
cakra-hastam
icchami tvam drastum
aham tathaiva
tenaiva rupena
catur-bhujena
sahasra-baho bhava
visva-murte
artinya: O bentuk
semesta, Tuhan Yang Maha Esa yang berlengan seribu, hamba ingin melihat Anda
dalam bentuk Anda yang berlengan empat, dengan mahkota pada kepala Anda dan
gada, cakra, kerang, dan bunga padma pada tangan-tangan Anda. Hamba ingin
melihat Anda dalam bentuk itu.
Tuhan
di sini tampil dalam berbagai macam bentuk-bentuk utama seperti Rama, Nrsimha,
Narayana, dan sebagainya. Jumlah bentuknya tidak dapat dihitung. Tapi Arjuna
mengetahui bahwa Krsna adalah kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang asli, yang
sedang mewujudkan Diri dalam bentuk semesta-Nya yang sementara.
Dan
pemahaman seperti ini hanya bisa dicapai dengan bhakti. Seperti yang dikatakan
langsung oleh Krsna kepada Arjuna dalam Sloka 11.54[8], 'Arjuna
yang baik hati, hanya melalui bhakti yang murni dan tidak dicampur dengan
kegiatan yang lain Aku dapat dimengerti menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya,
yang sedang berdiri dihadapanmu., dan dengan demikian Aku dapat dilihat secara
langsung. Hanya dengan cara inilah engkau dapat masuk ke dalam rahasia
pengertian-Ku.'[9]
Begitu
seseorang menjadi penyembah Tuhan, dia juga mempunyai hubungan yang langsung
dengan Tuhan. Ada lima cara gambaran seseorang yang dekat dengan Tuhan Yang
Maha Esa:
1.
Seseorang dapat menjadi penyembah dalam keadaan pasif;
2.
Seseorang dapat menjadi penyembah dalam keadaan aktif;
3.
Seseorang dapat menjadi penyembah sebagai kawan/sahabat;
4.
Seseorang dapat menjadi penyembah sebagai ayah atau ibu;
5.
Seseorang dapat menjadi penyembah sebagai kekasih.
Arjuna
mempunyai hubungan dengan Tuhan sebagai kawan. Persahabatan Arjuna dengan Krsna
adalah persahabatan rohani yang tidak dapat diperoleh semua orang. Setiap
makhluk di bumi ini mempunyai hubungan khusus dengan Tuhan untuk selamanya,
disebut Svarupa. Dengan proses bhakti seseorang dapat
menghidupkan kembali svarupa tersebut dan tingkat itu disebut svarupa-siddhi
– penyempurnaan kedudukan dasar kita.[10]
Dalam
melaksanakan Dharma kita, biasanya didukung oleh Tri Kaya Parisudha atau
tiga jenis perbuatan yang harus disucikan, yakni: suci dalam pikiran, perkataan
dan perbuatan. Suci dalam pikiran artinya kita harus senantiasa berusahakan
mengendalikan pikiran kita dari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya
memikirkan hala-hala yang akan membuat kita menderita. Pengendalian pikiran ini
berguna untuk menggiring kita fokus pada pikiran yang membawa kita dekat dengan
mokhsa karena menjauh dari dunia yang sementara ini.
Agama
Hindu yang dikenal sebagai sebutan Sanata Dharma[11]
sebagai tradisi universal yang melihat tidak saja Maha Suci itu sebagai
Bapak, tapi juga sebagai Ibu. Bahkan dalam Hinduisme, hubungan terdalam antara
manusia dan Tuhan adalah hubungan antara anak dan Ibu. Tuhan tidak saja
memiliki sifat maskulin, tapi juga feminin, keibuan. India sendiri dipandang
sebagai Ibu yang diwakili oleh cintra Dewi Gangga. Gambaran semacam ini sangat
berpengaruh pada spiritualitas dalam Hindu.
Artha berarti kekayaan. Kekayaan yang
dimaksud untuk mengatur kehidupan yang lebih baik. Dalam memperoleh kekayaan
kita harus melakukan perbuatan yang berhubungan dengan dharma, karena
bekerja sesuai dengan dharma kita akan memperoleh kebahagiaan dan tidak
terikat dengan karmaphala. Dengan mengumpulkan artha sesuai
dengan aturan akan menjadikan kita mampu memenuhi kama yang kita
inginkan dan akhirnya setelah kama tercapai kita akan bisa mencapai mokhsa.
Dalam hal ini mokhsa bisa juga dikatakan sebagai kepuasaan batin
yang senantiasa tekun dalam pelayanan bhakti kepada Tuhan. Hubungan
antara dharma, artha, kama dan mokhsa sangatlah erat, seperti
mutiara yang diikat pada seutas tali dimana semua itu kebenaran dan tidak bisa
dipisahkan satu sama lainnya
Gambaran
mengenai Artha ini terurai dalam Bhagawad-gita terutama sloka 5 yang
membahas karma-yoga – perbuatan dalam Kesadaran Krsna. Selama seseorang
masih sibuk dalam kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kesenangan
jasmani, pasti ia berpindah-pindah ke
dalam berbagai jenis badan, dan dengan demikian akan melanjutkan ikatan
material untuk selamanya. Istilah mudahnya, kehidupan dunia dan akhirat yang
seimbang. Seperti yang diuraikan dalam Sloka 5.7 Bhagawad-gita, yang artinya,
“Orang yang bekerja dalam bhakhti, yang menjadi roh yang murni, yang mengendalikan
pikiran dan indria-indria, dicintai oleh semua orang, dan diapun mencintai
semua orang. Walaupun dia selalu bekerja, dia tidak pernah terikat.”
Penting
sekali untuk memahami Hindu, berawal dari pemahaman masalah Weda. Mula-mula
hanya ada satu Weda, dan pada waktu itu Weda tidak perlu dibaca. Pada waktu itu
orang-orang begitu cerdas dan ingatan begitu tajam sehingga dengan sekali
dengar kata-kata Guru mereka dapat mengerti. Tapi lima ribu tahun yang lalu, Vyasadewa
menyusun Weda dalam bentuk tertulis bagi orang-orang di zaman ini, yakni Kali
Yuga. Vyasadewa melakukan hal ini karena ia tahu bahwa pada zaman itu
manusia akan memiliki umur pendek, ingatan yang sangat lemah dan kecerdasannya
tidak begitu tajam. Agama Hindu merupakan agama yang tertua di dunia. Ini
pendapat orang-orang non-Hindu. Agama Hindu, kitab sucinya Weda adalah wahyu
Tuhan yang diturunkan melalui para Maharsi yang jumlahnya tujuh Maharsi yang
disebut Sapta Rsi (Rsi Grtsamada, Rsi Wiswamitra, Rsi Wamadewa, Rsi Atri, Rsi
Baharadwaja, Rsi Wasista dan Rsi Kanwa). Wahyu/sabda Brahman inilah dituangkan
dalam bentuk tulisan yang diberi nama Weda Sruti (Rg Weda, Sama Weda, Yayur
Weda, dan Atharwa Weda).
Kitab-kitab
Weda yang lainnya antara lain, Purana-purana, Mahabharata, Ramayana, empat
Weda dan Upanishad-upanishad. Ulasan Wedanta yang sempurna dari
Vyasadewa adalah Srimad Bhagawatam. Dalam Wedanta Sutra diberikan
isyarat tentang apa itu Brahman, Kebenaran Mutlak: yaitu merupakan
sumber segala sesuatu, dimana kebenaran Mutlak itu haruslah berupa kesadaran.
Jika kita mengembangkan kesadaran dan pengetahuan kita dengan cara menerima
pengetahuan dari sumber lain, sedangkan bahwa Tuhan bercahaya sendiri. Seluruh
ikhtisar pengetahuan Weda adalah Wedanta Sutra dan hal ini dijelaskan sendiri
oleh pengarangnya dalam Srimad Bhagawatam.
Apa arti spiritualitas?
Di dalam artikelnya, Aspek
Feminin dalam Spiritualitas Hindu, Bagus Takwin memaparkan pendapat Burnard[12], yang melihat
spiritualitas dapat merujuk pada pengertian yang berbeda-beda pada orang yang
berbeda-beda. Menurutnya, semua individu memiliki spiritualitas yang khas dan
khusus bagi diri mereka lepas dari orientasi religius dan kepercayaan yang
dianutnya. Lebih lanjut, spiritualitas itu melampau afiliasi terhadap agama
tertentu, yang bahkan bisa dicapai oleh orang yang tidak percaya oleh Tuhan
sekalipun, karena inti dari spiritualitas itu merupakan penyelarasan alam
semesta dan menjawab pertanyaan yang tak terbatas tentang kehidupan.
Pandangan
spiritualitas Hindu didasari oleh pandangan alam semesta dan seisinya, termasuk
manusia, muncul setelah adanya kekuatan ideal yang disebut Brahman. [13]
Peninggalan-peninggalan sejarah tradisi Vedik meguatkan
pandangan ini. Dalam Bhagavad Gita penjelasan tentang Yang Maha Kuasa dan cara
mencapainya diuraikan lewat ucapan Krsna yang sedang bercakap dengan Arjuna
mulai dari Sloka 7.1 sampai Sloka 8:28:
“Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa bersabda: 'Makhluk hidup yang tidak dapat dimusnahkan dan
bersifat rohani disebut Brahman, dan sifatnya yang kekal disebut adhyatma, atau
sang diri. Perbuatan berhubungan dengan perkembangan badan-badan jasmani para
mahkluk hidup disebut karma atau kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan
hasil atau pahala.'”
Dalam pemahaman Hindu, Tuhan
menjelma banyak wujud. Konsep satu Tuhan dalam banyak perwujudan ini untuk
memahami Yang Maha Esa. Trinitas Hindu, wujud dewa-dewa dan dewi-dewi, para
Avatara dari Wishnu (Vishnu) Sang Tuhan, Dewata, titisan dewa-dewa dalam bentuk
planet dan binatang merupakan perpanjangan bentuk dari Tuhan Yang Maha Esa.
Trimurti yang terdiri dari Brahma, Wishnu, dan Syiwa bukanlah tiga yang berdiri
sendiri dan dewa yang terpisah satu sama lain tetapi merupakan tiga aspek yang
berbeda Satu Tuhan Yang Maha Esa. Brahma mewakili aspek Maha Pencipta, Wishnu Sang
Pemelihara dan Syiwa mewakili aspek pemusnah alam semesta. Kekuasaan Tuhan juga
diwujudkan dalam bentuk pasangan, istri atau mitra Tuhan dalam bentuk dewi (devi).
Beberapa di antaranya adalah Saraswati, Parwati (Sakti) dan Lakhsmi.
Pada
umumnya jumlah Avatara seluruhnya ada sepuluh, tapi Bhagavad Purana menambahnya
menjadi dua puluh dan masih ada tambahan lagi yang tak terhitung jumlahnya.
Seluruh Avatar adalah bentuk Wishnu di dunia. Wishnu sendiri adalah abadi, tak
berubah, dan tetap selamanya.
Dalam
pandangan Hindu, memiliki beragam nama bagi sesuatu bukanlah tanda yang niscaya
dari pengabaian realitas alaminya. Sebaliknya, itu menunjukkan adanya pemahaman
yang intim terhadapnya. Pemahama itu yang membuat kita menjulukinya berdasarkan
sifat-sifatnya. Begitu pula dalam memahami Tuhan.
Lantas, bagaimana manusia mencari
spiritualitas yang tinggi?
Pada
intinya manusia harus mencapai kesadaran akan kebersatuan alam. Keberadaan
manusia tidak terlepas dari keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Hindu, esensi
manusia adalah spirit atau rohnya dan bukan jasmani badannya. Berbagai wujud di
dunia ini cuma penampakannya saja, bukan yang sesungguhnya. Manusia sama
seperti makhluk lainnya berpartisipasi dalam karakter alam sebab segala sesuatu
merupakan perwujudan Tuhan Yang Maha Esa. Inilah yang disebut Atman atau
Brahman.
Meski
Brahman atau Atman memang pusat alam sekaligus pusat manusia
tetapi dalam diri manusia, kesadaran tentang Atman atau Brahman terbungkus
oleh empat lapisan. Semakin mendalam lapisan itu, semakin halus.
Lapisan-lapisan itu adalah: 1) Badan, 2)
nafas, 3) budi, dan 4) gnosis atau pengetahuan yang sudah tersaingi yang sudah
tersinergi dalam diri manusia. Pengetahuan yang disebut gnosis adalah pengetahuan
yang ada tanpa perantaraan indra dan jalan pikiran. Pengertian gnosis di sini
dapat disetarakan dengan wahyu kosmik. Jika lapisan-lapisan itu telah terbuka
dan dapat ditembus, maka manusia menyadari kesatuannya dengan alam, menyadari,
ia adalah Brahman, satu-satunya realitas yang tak terbatas dan tak
berakhir, tak bermula, baka, sempurna, dan mutlak. Bahkan beberapa kekauasaan
yang dianggap penting dari Tuhan ditampilkan dalam wujud yang memiliki atribut
feminin yang kental dengan jenis kelamin perempuan. Agama Hindu memiliki banyak
bentuk feminin dari Yang Maha Suci seperti Kali, Durga, Lakhsmi, dan Sarasvati.
Semua itu mewakili kualitas dan fungsi feminin yang berbeda dari Tuhan.
Untuk
menggapai spiritualitas tertinggi, manusia harus mempunyai kesadaran tingkat
tinggi akan makna dan tujuan hidupnya. Manusia harus sadar (dalam bentuk
Kesadaran Krsna) bahwa hidup adalah bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa
sebagai rasa cinta kasihnya kepada 'sahabat.' Manusia diminta untuk menjalankan
kehidupan dengan penuh kesadaran, yaitu dengan melakukan kegiatan yang suci dan
disucikan, atau yang disebut Bhakti. Kegiatan bhakti adalah
kegiatan sehari-hari akan tetapi tidak disertai niatan material, tapi
sebaliknya segala niatan itu spiritual. Apabila kita dicemari oleh hal-hal
material maka keakuan yang ada dalam diri kita adalah palsu.
Tidak
hanya sadar akan makna dan tujuan hidup, manusia pun juga harus mampu
menjelaskan pada diri sadarnya sendiri tentang kodrat dirinya. Untuk
menjelaskan tentang kodrat manusia, maka kita perlu mengetahui alam material sendiri
terdiri dari tiga sifat: sifat kebaikan, sifat nafsu, dan sifat kebodohan. Di
atas tiga sifat itu terdapat waktu yang kekal, dan kegiatan yang disebut karma
yang terjadi karena gabungan sifat-sifat alam itu dibawah pengendalian dan
pengawasan waktu yang kekal. Kegiatan tersebut dilakukan sejak masa lampau dan
kita menderita atau menikmati hasil kegiatan kita. Segala sesuatu, disetiap
bidang kehidupan, kita menikmati hasil pekerjaan kita atau menderita karena
sesuatu hal itu adalah sebagai akibat. Ini disebut karma. Inilah
penjelasan tentang kodrat manusia, bahwa segala sesuatu itu diakibatkan dari
apa-apa yang telah kita lakukan.
Akan
tetapi paramatma, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, bersemayam dalam hati
setiap orang sebagai isvara, yaitu kepribadian yang mengendalikan dan
bahwa Beliau memberikan petunjuk supaya makhluk hidup dapat bertindak sesuai
dengan kehendaknya. Seperti yang
dijelaskan oleh Prabhupada, bahwa makhluk hiduo itu cenderung lupa dengan apa yang
harus dilakukannya. Mereka dengan mudah terikat dengan karmanya sendiri.
Setelah meninggalkan satu badan dan masuk ke badan lain seperti membuka dan
mengenakan pakaian, ia terkena rantaian karma yang ia ciptakan sendiri
dan begitu seterusnya, ia akan mendapatkan aksi dan reaksi dari kehidupan-kehidupannya
yang sebelumnya. Kegiatan ini dapat diubah apabila makhluk hidup berada dalam
sifat kebaikan, yaitu waras dan mengerti jenis kegiatan mana yang harus
dilakukannya. Dari sini bisa terlihat bahwa karma tidaklah kekal karena
ia bisa diubah-ubah. Maka itu dari lima unsur pokok (isvara, jiva, prakrti,
kala, dan karma), empat unsur kekal, sedangkan karma tidak
kekal.[14] Seperti yang
Prabhupada lakukan dalam bukunya, Bhagawad-Gita as It is, kedudukan Isvara,
Tuhan Yang Maha Esa, ialah kedudukan kesadaran tertinggi. Para Jiva – atau
para makhluk hidup – sebagai bagian-bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang
mempunyai sifat sama seperti Tuhan.
Kemudian,
bagaiamana dengan siklus kehidupan? Siklus kehidupan itu seperti yang
digambarkan dalam Sloka 2.13[15]:
dehina 'smin yatha
dehe
kaumaram yauvanam
jara
tatha
dehantara-praptir
dhiras tatra na
muhyati
artinya: seperti
halnya sang roh terkurung di dalam badan terus-menerus mengalami perpindahan di
dalam badan ini, dari masa kanak-kanak sampai masa remaja sampai masa usia tua,
begitu juga sang roh masuk ke dalam badan lain pada waktu meninggal. Orang yang
tidak tenang bingung karena pergantian itu.
Maka
dari itu, manusia ideal adalah manusia yang tahu bahwa dirinya sakit, kemudian
bertekat untuk berobat dan mengobati dirinya sekaligus orang lain, dan kemudian
mulai hidup dengan gaya hidup yang sehat yang jauh dari penyakit. Hal ini bisa
digapai dengan yoga yang diberangi dengan mantra.
Derita dan Bahagia
Dalam kitab
suci Weda dinyatakan bahwa dunia ini, alam semesta khususnya bumi tempat kita
tinggal saat ini bukanlah tempat yang sebenarnya untuk kita. Kita bukanlah
milik alam material yang penuh dengan misteri ini. Tempat ini terlalu banyak penderitaan buat kita.padahal
tujuan kita yang sebenarnya adalah mencari kebahagiaan. Bukan penderitaan.
Mengapa tempat ini dikatakan bukan tempat kita dan tempat ini penuh dengan
penderitaan? Ada alam material tentunya
ada alam rohani. Ada tempat penderitaan tentunya ada tempat yang hanya ada
kebahagiaan saja. Ya. Kita adalah milik alam yang penuh dengan kebahagiaan itu.
Pendek kata kita adalah milik alam Rohani yang mana tempat itu penuh dengan
pengetahuan, kekekalan dan kebahagiaan (sat cit ananda). Terus, mengapa kita
ada ditempat yang penuh dengan penderitaan ini? Mengapa pula kita harus
menderita? Bagaimana caranya kita bisa terlepas dari penderitaan ini dan apa
yang harus kita lakukan?
Jalan
kebahagiaan adalah kalau kita memahami lima unsur pokok dan bisa menarik benang
merahnya dengan tujuan hidup manusia di planet bumi ini. Lima hal pokok
tersebut adalah isvara, jiva, prakrti, kala, dan karma. Isvara adalah
Tuhan Yang Maha Esa yang pribadinya bersemayam dalam diri kita – para jiva.
Prakrti adalah alam dan fungsinnya. Sebagai gambaran, alam selalu bekerja
dengan jangka waktu tertentu. Ia bisa rusak, akan tetapi nanti ia akan kembali
seperti semula dan begitu seterusnya. Maka itu bisa dikatakan kalau kerja prakrti
adalah kekal. Alam memiliki tenaga yang terpisah dari Tuhan Yang
Maha Esa, dan beda dengan makhluk hidup yang menyatu selalu dengan Tuhan Yang
Maha Esa. Akan tetapi ketiganya selalu berhubungan, bahkan dengan kala (waktu)
sekalipun. Semuanya kekal, kecuali karma.
Dalam kitab
suci Weda dinyatakan bahwa alam semesta material ini merupakan tempat yang
diperuntukkan bagi orang-orang yang jahat yang tidak mau atau meragukan
kekuasaan Tuhan. Kita ragu bagaimana sih dengan Tuhan itu? Salah satu jawaban
yang bisa dan sebaiknya mulai kita renungkan adalah kita ingin menikmati alam
semesta material ini dan ingin mengesampingkan kekuasaan Tuhan.
Untuk mulai menjawab semua pertnayaan yang muncul dari
benak kita tersebut, marilah kita coba renungkan atau merenung sejenak mengenai
kejadian-kejadian, mukjizat-mukjizat apa yang telah kita peroleh atas
kejadian-kejadian yang telah kita hadapi. Sekitar satu setengah tahun yang lalu
gempa yang dashyat menggoncang kota Jogyakarta dan sekitarnya. Ratusan ribu
orang jadi korban, kita semua menderita yang bahkan sampai saat ini masih
menyimpan duka, ketakutan ynag sangat, trauma, keputusasaan, ketidak percayaan
diri, kehilangan harapan dan orientasi hidup, dan kita tak tahu apa yang harus
kita lakukan.
Ternyata alam
semesta material yang diciftakan oleh Tuhan ini memang tempat orang orang yang
'dihukum' oleh Beliau. Seperti halnya dalam sebuah pemerintahan, Pemerintah
membangun dua jenis institusi pemerintah yang satu dinamakan institusi
pendidikan atau lembaga pendidikan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang
ingin maju, mnembangun dan memperbaiki tingkat kesejahteraan hidupnya,misalnya
agar kita memperoleh penghargaan dari pemerintah karena prestasi yang kita perbuat. Begitu
juga lembaga permasyarakatan yang diperunutkkan orang-orang jahat yang telah
melanggar hukum atau orang-orang yang telah melakukan tindakan criminal,
lemabaga permasyarakatan adalah tempat yang paling cocok. Kita tinggal pilih,
pemerintah sudah menyiapkan kedua lemabaga tersebut dan kita bebas memilihnya.
Nah sekarang anda pilih yang mana?
Diuraikan pula
dalam 'kitab' atau perundang-undangan pemerintah tersebut bahwa di lembaga
pendidikan ada berbagai jenis beasiswa, penghargaan, dan tanda jasa yang telah
dipersiapkan untuk mereka yang mau dan ingin menerimanya. Demikian ula
sebaliknya di lembaga permasyarakatan telah di atur berbagai jenis siksaan atau
penderitaan yang akan kita terima siap atau tidak dan waktunya yang tidak
tentu. Kapan saja bisa terjadi. Begitu pula dialam material ini, dalam kitab
suci Weda dikatakan ada tiga jenis penderitaan yang harus kita terima yaitu
penderitaan dari Makhluk hidup yang lebih rendah kecerdasannya dari kita
seperti belalang, tikus, nyamuk, binatang buas yang mengamuk dan lain
sebagainya yang kita sendiri tidak tahu kapan apa yang memaksa itu terjadi.
Selajutnya penderitaan dari pikiran kita sendiri atau penderitaan dari diri
kita sendiri. Misalnya kita merasa iri dengan milik orang lain dan kita
memaksakan diri untuk memilikinya yangmengakibatkan diri kita stress, tertekan
dan bahkan gila. Dan yang terakhir adalah penderitaan oleh penguasa yang lebih
tinggi dan alam. Misalnya gunung meletus, gempa bumi, hujan badai, angina topan
dan lain sebagainya yang kesemuanya itu membuat diri kita menderita.
Dan untuk
membantu manusia mengatasi segala penderitaan tersebutlah Tuhan memberikan
petunjuk-petunjuk-Nya agar kita menyadari siaapa sih diri kita yang sebenarnya.
Seperti yang
telah dinyatakan diatas, bahwa untuk kita memperoleh kedamaian kita harus mengakui bahwa Tuhan Sri Krishna
atau Ida Sang Hyang Widdhi Wasa merupakan sumber kebahagiaan tersebut. Dalam
kedudukan Beliau sebagai penerima utama segala korban suci dan pertapaan
berarti tidak ada yang sama atau lebih tinggi dari Beliau. Apa saja korban suci
yang bisa kita lakukan untuk Beliau? Ada banyak korban suci dan yang paling
utama adalah mengikuti semua
perintah-perintah-Nya, melakukan apapun yang bisa membuat diri Beliau senang,
tidak pernah lupa dan senatiasa ingat pada Beliau. Yang mebuat Beliau senang
salah satunya adalah mengucapkan Nama-nama Suci-Nya dengan tekun dan
kesungguhan hati yang menunjukkan betapa bhakti kita pada Beliau.
Selanjutnnya
adalah dalam kedudukan Beliau sebagai sumber dari segala dunia rohani dan dunia
material. Tuhan menciftakan dunia ini untuk kita gunakan sebagai sarana dalam
melakukan pelayanan bhakti kepada Beliau. Kita harus senatiasa menjagaa
keharmonisan antara sesama manusia, menjaga keharmonisan antara kita dengan
alam atau lingkungan dan yang paling utama senatiasa menjaga kedekatan diri
kita dengan Tuhan yang merupakan sumber segala sesuatu, sehingga kita akan
bahagia karenanya.
Dan yang
terakhir adalah bahwa Beliau adalah penolong yang mengharapkan kesejahteraan
untk semua makhluk hidup. Kalau Beliau adalah penolong yang mengharapkan
kesejahteraan bagi semua makhluk hidup berarti kita memiliki kesempatan yang
sama untuk bisa melakukan pelayanan pada Beliau dan kesempatan yang sama pula
untuk kita bisa memperoleh kebahagiaan.
Awal
dari kebahagiaan adalah karena kita melaksanakan tugas-tugas yang sudah
diberikan sesuai dengan sifat-sifat kita masing-masing, karena pekerjaan
seperti itu tidak mengandung reaksi-reaksi dosa. Seperti dalam Bhagawad-Gita
5.29[16]:
bhoktaram yajna
tapasam
sarva-loka
mahsevarama
suhrdam
sarva-bhutanam
jnava mam santim
rcchati
artinya: orang
yang sadar Kepada-Ku sepenuhnya, karena ia mengenal Aku sebagai Penerima utama
segala korban suci dan pertapaan, Tuhan Yang Maha Esa penguasa semua planet dan
dewa, dan penolong yang mengharapkan kesejahteraan semua makhluk hidup, akan
mencapai kedamaian dari penderitaan kesengsaraan material.
Dalam
ayat tersebut diberikan prinsip dasar kedamaian yaitu bahwa Sri Krsna atau Aku
merupakan penerima utama segala korban suci dan pertapaan, Penguasa planet atau
dewa serta merupakan penolong yang mengharapkan kesejahteraan semua makhluk. Meski
begitu, tetap harus ada apa yang namanya penderitaan. Ada tiga jenis
penderitaan: penderitaan yang diakibatkan oleh pikiran kita sendiri,
penderitaan yang diakibatkan oleh makhluk lainm dan penderitaan oleh alam
seperti bencana alam. Dan semua itu terjadi, segala penderitaan itu berasal
dari keterikatan kita (kemelekatan). Dengan latihan (bhakti) maka hal
semacam ini (kemelekatan) bisa dihilangkan, hingga tercapainya Kesadaran Krsna.
Menurut
ajaran abadi Upadesamrta, ada enam prinsip yang menguntungkan untuk pelaksanaan
bhakti yang murni: 1) menjadi semangat; 2) berusaha dengan keyakinan; 3)
menjadi sabar; 4) bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip yang mengatur; 5)
meninggalkan pergaulan dengan orang yang bukan penyembah; 6) mengikuti
langkah-langkah para acarya dari dahulu kala. Enam prinsip tersebut pasti
menjamin sukses yang lengkap dalam bhakti yang murni.
Ajaran
abadi Upadesamrta ini memperlihatkan betapa kehidupan manusia itu dimaksudkan
untuk hidup dan berpikir secara halus. Dalam Srimad Bhagavatam (1.2.9) Sri Suta
Gosvami menguraikan dharma yang sebenarnya bagia manusia sebagai berikut[17]:
dharmasya hy
apavargyasya
nartho
'rthayopakalpate
narthasya
dharmakaintasya
kamo labhaya hi
smrtah
yang artinya: segala
tugas kewajiban (dharma) tentu saja dimaksudkan untuk mencapai pembebasan pada
akhirnya. Hendaknya kegiatan seperti itu tidak pernah dilaukan untuk mnecrai
keuntungan material. Selanjutknya, orang yang sibuk dalam melaukan tugas kewajibannya yang paling
tinggi (dharma) hendaknya tidak pernah menggunakan keuntungan material untuk
mengembangkan kepuasan indria-indria.
Berbicara
tentang dharma itu sama halnya berbicara tentang jalan hidup mana yang
akan ditempuh atau agama. Maka itu, dalam kitab yang sama, Sri Suta Gosvami
menekankan pentingnya manusia memiliki sebuah jalan hidup atau agama, karena
ini yang membedakan antara manusia dengan hewan. Agama menyangkut tentang
hukum-hukum Tuhan yang akan membawa manusia untuk keluar dari jeratan dunia
material. Dharma yang sebenarnya itu mengajarkan orang supaya mereka
berpuas hati dengan kebutuhan hidup mereka yang pokok seraya mengembangkan
Kesadaran Krsna. Inilah yang dimaksudkan dengan kehidupan holistik – seimbang
antara jiwa, tubuh dan pikiran.
Bagaimana menyelaraskan antara
jiwa, tubuh dan pikiran? Sudah dibahas tadi tentang bhakhti dan mengapa
kita harus melakukannya. Dalam hal ini, terkait erat dengan keyakinan yang lima
dalam agama Hindu, atau Panca Srada, yaitu:
1.
Percaya akan adanya Tuhan atau Ida Sang Hyang Widdhi Wasa atau Sri Krishna.
2.
Percaya akan adanya Sang Roh atau Atma
3.
Percaya akan adanya Karmaphala atau Hasil Perbuatan
4.
Percaya akan adanya Samsara atau Kelahiran Kembali
5.
Percaya akan adanya Mokhsa.
Ketika
seorang Hindu sudah mengakui lima hal diatas, maka akan mudah menjalankan bhakhti
– karena pada dasarnya manusialah yang membutuhkan bhakhti. Menurut Sri Rupa Gosvami, Bhakhti tidak
hanya sekedar samadhi akan tetapi juga dalam segala tindak dan perilaku.
Diantaranya beliau menyebutkan ada sembilan cara bhakhti:
• Mendengar nama dan kebesaran
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
• Memuji kebesaran Tuhan
• Ingat pada Tuhan
• Melayani kaki Tuhan
• Bersembahyang pada arca
• Bersujud kepada Tuhan
• Bertindak sebagai hamba Tuhan
• Menjadi sahabat dengan Tuhan
• Menyerahkan diri dengan
sepenuhnya kepada Tuhan, sravanam, atau mendengar, merupakan langkah
pertama dalam mendapatkan pengetahuan rohani.
Dalam
Upadesamrta, terdapat sebelas ayat yang merupakan inti sari cara
mencapai bhakhti tahap demi tahap dengan mengendalikan indria-indria dan
pikiran. Karya ini merupakan hasil Srila Rupa Gosvami, salah seorang murid Sri
Caitanya Mahaprabhu (1486-1534). Di dalamnya, pada ayat satu, dijelaskan[18]:
vaco vegam manasah
krodha-vegam
jihva-vegam
udaropastha-vegam
etan vegan yo
visaheta dhirah
sarvam apimam
prthivim sa sisyat
Artinya: orang
yang dapat menahan dorongan untuk berbicara, permintaan dari pikiran, tindakan
amarah, dan dorongan dari lidah, perut, dan kemaluan, telah memenuhi syarat
untuk menerima murid-murid di seluruh dunia.
Kemudian
ayat dua memberikan solusi seperti apa yang harus dilakukan oleh umat manusia.[19]
Atyaharah prayasas
ca
prajalpo
niyamagrahah
jana-sangas ca
laulyam ca
sadhbir bhaktir
vinasyati
Maksud
dari ayat ini adalah: Bhakti yang dilakukan seseorang dirusakkan apabila
dia menjadi terlalu terlibat dalam enam kegiatan berikut: 1) makan lebih dari
kebutuhan atau mengumpulkan dana lebih dari yang dibutuhkan; 2) berusaha
terlalu keras untuk benda-benda duniawi yang sangat sulit sekali diperoleh; 3)
berbicara tentang jal-hal duniawi dimana pembicaraan tidak diperlukan; 4)
mempraktekkan aturan dan peraturan dari Kitab Suci hanya untuk mengikutinya
saja dan peraturan dari Kitab-kitab Suci dan bekerja sendirian atau bekerja
sesuai dengan kehendak sendiri; 5) bergaul dengan orang yang hatinya duniawi
dan tidak tertarik pada Kesadaran Krsna; dan 6) menjadi kelobaan untuk mencapai
sesuatu yang bersifat duniawi.
Dalam
berjapa atau mengucapkan nama-nama suci Tuhan Sri Krsna atau Sri Wishnu, ada
juga yang mengucapkan dengan nama-nama lain seperti Dewa Syiwa, Ganesha, Sri
Lakshmi, dan yang lainnya. Dan hasilnya pun beda-beda. Cara berjapa atau
mengucapkan nama-nama suci Tuhan itu dengan menggunakan Mala atau tasbih.
Tradisi yang harus selalu dijaga adalah tradisi bersih atau tapasnya. Maksud
dari tapasnya adalah, bertapa tidak haya di dalam hutan, menyepi, atau dengan
duduk, diam sambil pejamkan mata dan pandangan mengarah ke hidung. Namun,
bertapa itu dilakukan terus-menerus dan penuh keyakinan. Misalnya yang
dilakukan oleh para Waisnawa (penyembah
Sri Wishnu) di seluruh dunia, mereka melakukan pertapaan yang dikenal dengan
empat prinsip kehidupan suci, yaitu dengan:
1.
tidak makan daging, ikan dan telur
2.
tidak main judi
3.
tidak mabuk-mabukan
4.
tidak melakukan hubungan kelamin yang tidak syah.
Para
Waisnawa juga tidak minum kopi, teh, makan bawang merah dan putih, dan hanya
mengkonsumsi prasadam atau makanan yang sudah dipersembahkan kepada Wishnu. Biasanya para Waisnawa bangun sebelum jam 04.00 AM waktu
setempat. Dalam satu hari dibagi dalam
40 muhurta atau waktu yang paling mujur. Dan dalam satu hari satu malam hanya
ada satu yang paling mujur yaitu Brahma Muhurta antara jam setengah lima sampai
kurang dari jam lima. Dengan memanfaatkan waktu yang mujur tersebut kita akan memperoleh manfaat yang luar biasa
untuk kemajuan rohani kita. Memakai tilaka adalah rangkaian dalam tradisi
Waisnawa setelah setiap mandi. Tilaka ini merupakan lambang Jendela tempat suci. Ada banyak jenis tilaka yang
dipakai oleh setiap pemeluk yang berbeda beda. Misalnya tiga garis sejajar pada
dahi melambnagkan pemeluk ajaran Siwa, dua garis horizontal dimulai dari dahi
sampai ujung hidung dan menyambung disana diakhiri seperti gambar sehelai daun
merupakan tanda yang dipakai oleh para pemeluk Ajaran Wisnu atau Waisnawa.
Para Waisnawa
yang terkenal saat ini adalah Hare Krishna. Para Waisnawa ini senatiasa
mengucapkan nama-nama Suci Tuhan dalam setiap sembahyangnya. Dan orang yang
menyatakan ikut dalam kelompok Waisnawa ini harus berjapa atau
mengucapkan nama-nama Suci Sri Krishna sebanyak 16 putaran kali 108 pada
biji Mala setiap hari. Jadi memerlukan waktu sekitar dua jam setiap hari hanya
untuk mengucapkan Maha Mantra setiap
hari. Ada banyak nama suci Wisnu tetapi Hare Krishna Mantra dikatakan Maha
Mantra.
Ritual yang
kita bicarakan adalah ritual agni hotra atau upacara korban suci api
korab suci api ini sudah sangat terkenal dari zaman Mahabharata dan Ramayana
dulu. Yang dilakukan dalam agni hotra adalah memuja api dengan
mempersembahkan biji-bijian seperti padi, wijen dan pisang yang dicampur dengan
Ghee atau minyak murni. Upacara agni hotra dapat dilakukan di manasaja
seperti di lapangan, di halaman, namun yang biasanya dilaksananakan adalah di
dalam kuil atau yajnasala atau tempat yang dibangun secara khusus untuk
korban suci tersebut. Disamping mempersembahakan minyak ghee juga agnihotra
sarat dengan mantra-mantra yang purba dari zaman dulu.
Tradisi
untuk hidup dalam kesucian biasanya orang-orang suci dekat ketat mengikuti
aturan dan peratutan atau tadisi yang di ajarkan oleh para Guru Kerohaniannya.
Misalnya, bangun pagi, memakai tilaka, bersujud, mengucapkan nama-nama suci
Tuhan, memakan makanan yang sudah
dipersembahkan kepada Tuhan. Inilah bentuk bhakhti.
Yoga dan
meditasi
Kata ‘Yoga’ menggambarkan berbagai disiplin atau latihan untuk
pengembangan diri, terutama untuk mencapai Tuhan dengan pengalaman langsung.
Tetapi, Yoga juga mungkin digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih rendah,
seperti mengendalikan kekuatan-kekuatan alam dan proses psikologis. “Yoga” berasal
dari akar kata sansekerta “Yuj”, yang berarti menyatukan diri individual dengan
Tuhan. Orang yang mempraktekkan yoga disebut Yogi.[20]
Syarat-syarat
Yoga menurut Behbehani, diantaranya adalah:
1.
Yama adalah mengesampingkan perbuatan-perbuatan jahat, yakni kontrol
diri.
2.
Niyama adalah ketaatan yang teratur dan sempurna terhadap
aturan-aturan moral.
3.
Asana yang berarti sikap atau posisi badan, yang paling terkenal
adalah postur 'bunga teratai'.
4.
Pranayama adalah praktik nafas terkontrol.
5.
Pratyhara adalah mengendalikan indra.
6.
Dharana berarti menenangkan pikiran dengan konsentrasi yang
intensatas atas sebuah objek.
7.
Dhyana adalah meditasi yang mendalam.
8.
Samadhi adalah mencapai kesadaran murni dalam tingkat keadaan yang
paling tinggi. Pengalaman samadhi bersifat menyeluruh dan tak terbatas.
Dalam Yoga,
selalu berupa latihan fisik dan diet vegetarian karena berpedoman, apa yang ia
makan itulah yang menentukan seperti apa dirinya nanti. Dikatakan, secara
spiritual sesungguhnya tubuh manusia terdiri atas badan kasar (jasmani) dan
badan halus (jiwa atau rohani). Seseorang dikatakan betul-betul sehat kalau
manusia itu sehat dalam tiga hal -- jasmani, rohani dan sosial. Manusia sebagai
makhluk sosial, kata Maitriya, akan hidup dengan sesamanya, dengan
lingkungannya dan hubungannya dengan Sang Pencipta (Tri Hita Karana). Manusia
yang terdiri atas Panca Mahabuta (mikrokosmos) hidup pada alam lingkungannya
atau alam jagat semesta (buana agung atau makrokosmos). Jadi, timbulnya suatu
penyakit pada seseorang banyak hubungannya dengan lingkungan atau alam jagat
semesta, ujarnya sembari menyebut bahwa salah satu cara pengobatan dan
pencegahan penyakit adalah melalui meditasi.
Mantra Gayatri
Bentuk
bhakti yang lain lagi adalah penyerahan diri sewaktu sengsara menimpa.
Manusia tidak luput dari rasa duka, dan semua itu pada dasarnya adalah kita
yang membuat dan mencari-cari sendiri. Oleh karena itu janganlah larut di dalam
penyesalan dan kedukaan, serahkan diri kepada Tuhan. Menyebut nama Tuhan dan
menuliskan nama Tuhan besar sekali manfaatnya. Ada sebuah kisah dimana Hanuman
memimpin pasukan kera saat membuat jembatan Situbanda, ia senantiasa menuliskan
nama Rama pada setiap batu dan selalu mengucapkan nama Rama. Walaupun pekerjaan
itu luar biasa hebatnya, namun kegembiraan memuja Rama memberikan keberhasilan.
Bagi Hanuman seluruh hidupnya diabdikan untuk Rama dan selama hidupnya ia tidak
pernah melupakan wajah Rama. Dan setelah perang selesai, sang Hanuman diberikan
sebuah kalung mutiara oleh Dewi Sita sebagai hadiah, setelah melihatnya sejenak
lalu sang Hanuman menggigit dan membuang mutiara itu. Sehingga timbul keheranan
dari Maharsi agastya dan bertanya kepada Hanuman mengapa ia melakukan hal itu.
Lalu sang Hanuman mengatakan bahwa dalam setiap butiran mutiara itu tidak
ditemukannya wajah Sri Rama dan apalah gunanya mutiara baginya yang hanya
seekor kera.
Lalu
Maharsi Agastya berkata “Hanuman jangan kamu merasa diri paling bhakti
pada Sri Rama, apakah dalam hatimu sungguh-sungguh kamu memuja Sri Rama?” maka
Hanuman pun merobek dadanya dengan kukunya yang tajam dan tampaklah dalam
hatinya gambar Sri Rama dan Sita. Semua yang menyaksikan hal itu menjadi heran
dan akhirnya Sri Rama pun berkata “baiklah Hanuman hadiah yang kuberikan
kepadamu adalah diri kami berdua, kami adalah milikmu selamanya, simpanlah kami
selalu di dalam hatimu. Maka Hanuman pun menyembah dengan puas. Demikianlah
Hanuman sebagai contoh dari orang yang selalu bhakti, ingat dan selalu berbuat
demi untuk tuannya yaitu Sri Rama yang merupakan awatara (avatar) Wisnu.
Sangatlah
mudah untuk mengusir penderitaan dengan mengingat-ingat Tuhan, selalu mengenang wajah-Nya dan
menyebut nama-Nya berulang-ulang; dengan begitu kita akan menghindarkan diri
kita dari kesalahan dalam bertindak dan menjadikan hidup kita lebih bersemangat.
Nasib sial yang menimpa diri kita, walaupun sudah berusaha sekuat tenaga,
tetapi nasib itu datang juga, seperti halnya kematian seorang anak atau
kegagalan dalam usaha, maka janganlah menjadikan kita putus asa dan jangan pula
penderitaan menjadi beban, karena semua penderitaan akan datang dan pergi
seperti awan di langit. Oleh karena itu di dalam keadaan yang gawat, jangan
biarkan pikiran menjadi panik, pujalah Tuhan, serahkan segala beban penderitaan
hidup pada-Nya, sampaikanlah penderitaan itu dengan tulus dan jujur, mohon
pengampunan padaNya, maka kita akan merasakan beban penderitaan itu makin
berkurang. Kepercayaan kepada Tuhan penting sekali, karena kepercayaan
kepada-Nya dapat meredam segala penderitaan. Meski penderitaan itu terjadi
akibat tindakan kita sendiri, akan tetapi tetap saja hal itu terjadi atas
lindungan-Nya, dan hanya kembali kepada-Nya lah kita bisa tentram dan legawa.
Bersikap
'kembali pada-Nya' tidaklah mudah kalau manusia tidak mengenal kekurangan
dirinya. Perbedaan antara roh yang terikat dan roh yang mencapai pembebasan
adalah roh yang terikat memiliki empat jenis kekurangan. Kekurangan yang
pertama adalah pasti berbuat salah. Kekurangan yang kedua adalah dipengaruhi
oleh khayalan. Khayalan berarti menerima sesuatu yang tidak ada: maya. Maya
berarti sesuatu yang tidak ada. Setiap orang menganggap bahwa badan ini adalah
dirinya. Tapi pada dasarnya badan materi ini hanyalah khayalan. Kekurangan
ketiga adalah kecenderunagn untuk menipu. Setiap orang ada keinginan untuk
menipu yang lain. Bahkan orang bodoh nomor satu sekalipun, dia menganggap
dirinya paling pintar. Bahkan sudah dinyatakan kalau dia dalam khayalan dan
berbuat salah masih saja dia berteori, “saya kira ini begini dan begini.” Tapi
sebenarnya dia tidak mengetahui posisi dia yang sebenarnya. Ini penipuan. Yang
keempat adalah indria-indria yang kurang
sempurna. Kita sangat bangga dengan mata
kita. Sering kali orang orang menantang” bisakah anda menunjukkan saya Tuhan?”
tapi apakah anda punya mata yang bisa melihat Tuhan? Anda tidak akan pernah melihat-Nya kalau anda
tidak punya mata untuk itu. Jika tiba-tiba kamar ini gelap, anda tidak akan
bisa melihat apapun bahkan tangan anda sendiri. Jadi kekuatan apa yang telah
anda miliki untuk melihat? Dengan segala
kekurangan tersebut, dalam kehidupan yang terikat, kita tidak dapat memberikan
pengetahuan yang sempurna kepada
siapapun.
Manusia
berada di suatu tempat yang berawal dari tindakan muncullah ikatan khayal,
kemudian berawal dari khayal muncullah pikiran yang terputar balik, lalu mental
yang terbalik menuju pada kelakuan yang keliru, dan akhrinya kelakuan yang
keliru itu menghasilkan kelahiran kembali dan tidak tercapailah mokhsa. Dari
sini kita bisa lihat bahwa karma yang menjadi sebab kita lahir kembali.
Di atas kita telah membahas masalah Dharma, kemudian Artha, sekarang
saatnya membahas masalah karma, mokhsa, dan kaitannya dengan kesehatan
holistik dalam balutan yoga dan mantra. Kembali kepada Tuhan akan lebih mudah
jika dihantar dengan yoga dan mantra yang akan memperlancar perjalanan.
Jivi (=Jiwa-individual soul)
lahir dalam Karma
Ia tumbuh melalui Karma
Ia berakhir dalam Karma
Karma adalah wasit Ilahi
Karma itu penyebab
Kebahagiaan maupun kesusahan.[21]
Ketika kita
– manusia dilahirkan, otomatis kita terlibat dalam tindakan. Kemudian setelah
kita menerima upacara Gayatri, kita akan lahir kembali (ia menjadi Dwija, lahir
dua kali). Gayatri dinyatakan sebagai Chhandasa am maathah - Ibu seluruh
Weda. Salah satu nilai Gayatri adalah sebagai doa yang melindungi atau memelihara
Gayas atau manusia.
Gayatri
mantram yang diakhiri dengan kata pracodayat, adalah ibunya dari empat
veda (Rgveda, Yayurveda, Samaveda, Atharwaveda) dan yang mensucikan semua dosa
para Dwija. Mantra Gayatri ini memberikan umur panjang, prana dan keturunan
yang baik, pelindung binatang, pemberi kemasyuran, pemberi kekayaan, dan
memberi cahaya yang sempurna. Telah ditetapkan bahwa Gayatri Mantram adalah ibu
ke empat Weda, dimana seluruh Weda itu berisikan atau lahir untuk memberikan
penjelasan tentang Gayatri Mantram. Hal demikian juga terdapat dalam cerita
Ramayana. Rsi Walmiki mengambil Gayatri Mantram dari Weda terdapat 24 aksara
Gayatri Mantram. Ke 24 aksara tersebut dijelaskan dalam keseluruhan cerita
Ramayana.
Gayatri
mantram juga disebut dengan guru mantra Savita mantra, dan Maha mantra Gayatri
mantra terdapat dalam veda dan mantra ini adalah paling suci diantara mantra.
Veda, Upanisad, purana dan Bhagawad gita, selalu mengatakan bahwa gayatri
mantra paling suci dan penting, mantra ini perlu dan harus diucapkan setiap
orang yang ingin mendapatakan kebahagiaan dunia dan moksa.
OM Bhur-Bhuvah-Svah.
Tat savitur varenyam
bhargo devasva dhimahi.
Dhiyo yo nah pracodayat[22]
Mantra ini bisa diartikan perkata sebagai berikut:
Om: suara
primer yang mewakilkan Brahma[23],
Bhur: Dunia fisik yang menyatu dengan energi vital
spiritual, prana,
Bhuvah:
Dunia mental dan penghancur kesengsaraan,
Swaha:
Dunia celestial dan spiritual yang menghasilkan kebahagiaan,
Tat:
Tuhan, yang mengacu pada Paramatma (Ultimate
Spirit),
Savithur:
Sang Surya atau Pencipta Dunia,
Varenyam:
Yang Maha di Elukan,
Bhargo:
Peluruh segala dosa,
Devasya:
Yang Maha Utama,
Dheemahi:
kita bermeditasi padaMu,
Dhiyo:
Sang Intelek,
Yo:
Cahaya,
Nah: kami,
Prachodayath:
Yang Tercerah.[24]
Gayatri
digambarkan dengan memiliki lima wajah. Pertama adalah OM (Tuhan), Kedua BHUUR
BHUVAH SVAH. Ketiga adalah TAT SAVITUR VARENYAM. Keempat BHARGO DEVASYA
DHIIMAHI. Kelima: DHIYO YO NAH PRACHODAYAAT. Lebih dalam lagi, Gayatri mewakili
lima Prana atau kekuatan hidup dalam lima wajah ini. Gayatri adalah pelindung
lima Prana dalam diri manusia, Gayantham thraayathe iti Gayatri. Karena
melindungi orang yang mengucapkannya, ia disebut Gayatri.
Jika Gayatri
bertindak sebagai pelindung kekuatan hidup, ia dikenal sebagai Savithri. Dalam
cerita Purana Savithri terkenal sebagai istri yang berbakti dan membawa kembali
hidup kepada suaminya, Sathyawan. Savithri meminpin kelima Prana. Ia melindungi
mereka yang menuntut hidup kebenaran. Inilah artinya yang mendalam. Bila
kecerdasan dan intuisi seseorang berkembang karena pengucapan doa, keilahian
yang menggiatkannya adalah Gayatri. Bila kekuatan hidup dilindungi, keilahian
yang menjaga disebut Savithri. Bila kemampuan berkata-kata dilindungi,
keilahian itu disebut Saraswathi. Karena peran Savithri, Saraswathi dan Gayatri
yang melindungi dalam hubungannya dengan hidup, kemampuan bercakap-cakap dan
kecerdasan, Gayatri disebut sebagai Sarvadevathaa-swarupini - penjelmaan semua
keilahian.
Kalau diamati, maka inti dari Mantra Gayatri adalah
tindakan yang kita lakukan ketika kita dihadang bencana dan ditimpa musibah dan
kesedihan, yaitu rasa syukur, meditasi, dan berdoa.
Doa
Gayatri harus diucapkan tiga kali sehari: pagi (saat matahari terbit), siang,
dan sore (saat matahari terbenam). Saat-saat itu disebut Sandhyaa Kaalam.
Seperti manusia waktupun memiliki tiga sifat: Satwa, Rajas dan Tamas. Sehari
dibagi menjadi tiga bagian. Empat jam masing-masing antara 04.00 s.d. 08.00 dan
16.00 s.d. 20.00 memiliki sifat Satwa. Delapan jam antara 08.00 s.d. 16.00
adalah Rajasik. Delapan jam antara 20.00 s.d. 04.00 yang biasa digunakan untuk
tidur adalah Tamasik. Delapan jam pada siang hari antara 08.00 s.d. 16.00
digunakan oleh semua makhluk pada umumnya untuk melaksanakan kewajiban mereka
sehari-hari dan dianggap sebagai Rajasik. Bila empat jam yang Satwik pada pagi
hari antara jam 04.00 s.d. 08.00 digunakan untuk melibatkan diri dalam tindakan
baik seperti berdoa, kelakuan baik, berada dalam lingkungan yang baik, pastilah
orang itu mengangkat dirinya dari tingkat manusiawi ke keilahian. Ia tak
dihubungkan pada suatu ajaran, kasta, pujaan atau institusi tertentu.
Dikatakan
bahwa doa ini merupakan perwujudan sembilan warna:
1) OM;
2) BHUUR;
3) BHUVAH;
4) SVAH;
5) TAT;
6) SAVITUR;
7) VARENYAM;
8) BHARGO;
9) DEVASYA.
'Dhiimahi'
dihubungkan dengan segi meditasi, 'Dhiyo yo nah prachodayaat' berkaitan
dengan permohonan. Secara keseluruhan doa ini berisi tiga segi: penguraian,
meditasi dan permohonan.
Evaluasi
Jalan menuju
ketenangan dan kebahagiaan tersimpan di dalam batin kita masing-masing. Penyelerasan kehidupan kita saat ini dengan kehidupan ideal
yang kita impikan akan dihiasi dengan usaha dan doa (mantra). Dengan begitu
kita telah mengisi kehidupan kita dengan kehadiran Tuhan setiap saat. Pada saat
itulah kita memahami arti keadilan sebuah hidup sehingga kita akan lebih
berterima kasih ketimbang merasa bahwa hidup tidak adil.
Segala mantra, tahapan cakra, yoga, dan juga
pembelajaran masalah karma adalah hal-hal yang mengantar manusia pada Pribadi
Tingginya. Ketika manusia memilih untuk marah, benci, sedih dan dengki, saat
itu ia memang memilih untuk belajar tentang kehidupan, namun ia takkan berevolusi
karena ia menciptakan suasana negatif dengan memancarkan energi negatif yang
melemahkan. Kalau boleh kita kembali mengingat arti dari Mantra Gayatri:
Kita
bermeditasi untuk kejayaan Sang Pencipta;
Yang
telah menciptakan Semesta;
Yang
pantas untuk disembah;
Yang
memiliki keutamaan Ilmu dan Cahaya;
Yang
meluruhkan dosa-dosa;
Semoga
Dia mencerahi kita.
Dari
mantra ini bisa dilihat bahwa efek yang terjadi ketika kita menyerahkan diri
secara total kepada Yang Maha Esa; ketika kita memancarkan energi positif
secara sadar, maka kita telah melepas ketakutan, kesedihan, memilih kesembuhan,
dan tengah menyelaraskan jiwa dengan ruh menuju keberadaan Cahaya dan saat
itulah terjadi pencerahan. Maka itu, nikmatilah rasanya mencapai kedewasaan
spiritual!
[1] Caroline Myss PD. 1996. Anatomy of the Spirit: The Seven Stages of
Power and Healing. New York: Three Rivers Press. h. 9.
[2] Ibid., h. 102-103.
[3]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita
menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 99.
[4]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita
menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 109.
[5]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita
menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 583.
[6]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita
menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 9.
[7]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita
menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 590.
[8]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita
menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 601.
[9]Dalam bahasa aslinya, 'bhaktya tv ananyaya sakya, aham evam-vidho
'rjuna. Jnatum drastum ca tattvena pravestum ca parantapa.
[10]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita
menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 4.
[11]Menurut Prabhupada dalam magnum opusnya, Bhagavad-gita as it is, arti
kata 'agama' agak berbeda dari kata Sanatana-dharma. Kata 'agama' mengandung
arti 'keimanan', dan keimanan dapat berubah. Akan tetapi sanatana-dharma berarti
kegiatan yang tidak dapat berubah; merupakan bagian pokok dari makhluk hidup
selamanya. Coba lihat Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita
menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 17-19.
[13]Swami Chinmayananda, Manduknya Upanishad (Bombay: Central
Chinmaya Mission Trust, 1990).
[14]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita
menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 9-12.
[15]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita
menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 89.
[16]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita
menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 305.
[17]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 1982. Ajaran
Abadi Upadesamrta: terjemahan bahasa Indonesia dari Sri Upadesamrta karangan
Srila Rupa Gosvami (Cet.5), Jakarta: PT Pustaka Bhaktivedanta., h. 21.
[18]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 1982. Ajaran
Abadi Upadesamrta: terjemahan bahasa Indonesia dari Sri Upadesamrta karangan
Srila Rupa Gosvami (Cet.5), Jakarta: PT Pustaka Bhaktivedanta., h.
1-2.
[19]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 1982. Ajaran
Abadi Upadesamrta: terjemahan bahasa Indonesia dari Sri Upadesamrta karangan
Srila Rupa Gosvami (Cet.5), Jakarta: PT Pustaka Bhaktivedanta., h. 15-16.
[20]Behbehani, Soraya Susan. 1999. Ada Nabi dalam Diri. Jakarta:
Serambi., h. 50.
[21] Lembaran Sai - Sirkuler Bandung, Oktober
1986 Wacana Bhagawan Sri Satya Sai Baba pada saat upacara Upanayanam, yaitu
hari pemberian Doa Gayatri bagi anak-anak laki, suatu tahap yang penting
artinya dalam hidup seseorang untuk memulai kehidupan spiritualnya.
[23]Menuruh Behbehani, mantra selalu bermakna. Om berarti 'saya
begitu' dan kata ini tergolong unik karena mengandung huruf a,u, dan m.
Kata ini dimulai dengan a, yakni artikulasi pertama yang bisa kita
ucapkan di belakang bagian mulut, menjalar ke suara u di tengah-tengah,
dan diakhiri dengan suara akhir, yang bisa kita ucapkan, m. A secara
tepat diikuti oleh u, membentuk o, dan karena itu dibaca om yang
merupakan proses dari awal sampai akhir dan bermakna kesatuan. Behbehani juga
menjelaskan bahwa mantra itu adalah doa yang memberikan efek-efek pada tubuh
dan konsentrasi. Lihat Soraya Behbehani (1999, h. 50-54).
[24]Secara keseluruhan Mantra Gayatri bisa diartikan:
Kita bermeditasi untuk kejayaan Sang Pencipta;
Yang telah menciptakan Semesta;
Yang pantas untuk disembah;
Yang memiliki keutamaan Ilmu dan Cahaya;
Yang meluruhkan dosa-dosa;
Semoga Dia mencerahi kita.
Menarik untuk dibaca lebih dalam.
BalasHapusPernah aku bermalam-malam meditasi pada malam yang gelap. Ngga di rumah aja, tapi di alas, tanah lapang, deket sungai, bahkan sampe kuburan. Intinya mencari secerah cahaya dalam sunyi.
Namun aku tidak menemukan "mereka" yang kasat di mataku. Mungkin hatiku masih kotor atau belum diijinkan untuk melihat dan mendapat petunjuk-Nya. Hehehe..
biasanya kalau hati ingin menemukan malah engga ketemu. tapi kalau pas tidak ada keinginan apapun malah dipertemukan :)
BalasHapusaku juga pernah di kuburan waktu di Pekalongan, dan banyak orang di situ juga lagi doa cari apa kurang tahu jadi kuburan ramenya kaya pasar. aku pas nganter temen waktu itu dia dianterin seorang ustad yang doa buat kesembuhan orang tuanya. gila! yang dtg mungkin Nyai dari Pantai atau gimana, karena aku langsung merinding kaku ga nyaman. dan tidak mau kembali mengulangi lagi karena punggung seperti di kunci. Kapok tenan :D