Rabu, 15 Mei 2013

Gayatri Mantra dan YOGA


KESAKTIAN BERPADU DALAM YOGA DAN GAYATRI MANTRA


Pendahuluan
            Penderitaan dan kehilangan akibat kejadian yang luar biasa konflik dan bencana alam biasanya menyebabkan gangguan trauma dan psikososial bagi para korban. Secara personal orang yang menderita masalah psikososial mengalami depresi, ketidakpercayaan diri, kehilangan harapan, semangat hidup dan kehampaan spiritual. Gangguan semacam ini akan mengakibatkan macam-macam seperti mengurung diri, perilaku agresif, dan paranoid. Depresi mampu memutuskan pegangan hidup dan menjauhkan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan kita, tapi besar kemungkinan jika pendekatannya benar, maka kegiatan spiritual bisa mengembalikan semangat hidup seseorang yang depresi. Dalam hal ini, spiritualitas bisa jadi alat pembantu dalam penyembuhan masalah mental breakdown atau menjadi sebuah recovery/pemulihan dan peace building/upaya bangun damai. Akan tetapi pada intinya penyembuhan seluruh dunia dimulai dari penyembuhan diri sendiri. Jika tidak mampu melakukan self-healing, bagaimana bisa melakukan social-healing?
            Menurut Caroline Myss, stress atau gangguan emosional dan spiritual adalah akar dari segala penyakit fisik. Memahami bahwa manusia memiliki energi yang tersambung dengan Semesta besar dan Semesta kecil adalah salah satu sarana untuk memahami diri sendiri, sebuah jalan untuk melewati tantangan spiritual.[1] Spiritualitas berbicara masalah keseimbangan tubuh, jiwa, dan pikiran. Hindu sebagai kearifan tertua memiliki spiritualitas yang bisa diadopsi oleh pengikut agama apapun. Dalam hal praktek, sebut saja Yoga dan meditasi. Untuk masuk ke pemahaman spiritualitas Hindu, perlu dipahami sejarah agama Hindu, kitab suci, simbol-simbolnya yang merupakan pendukung pemahaman spiritualitas Hindu.
Pada intinya, artikel ini ingin memaparkan kebergunaan meditasi, yoga dan mantra Gayatri dalam spiritual healing yang merupakan kegiatan keberagamaan Hindu. Artikel ini nantinya akan berbicara mengenai kearifan mantra gayatri yang dipadu dengan ritual yoga dalam kearifan hindu dalam melihat pikiran tubuh dalam memahami diri sendiri (sebagai manusia), orang lain dan serentetan kejadian dalam segala kehidupan. Penglihatan semacam ini dapat menghantarkan kita untuk melihat potensi jiwa yang tak terbatas untuk meraih keutuhan sebuah kehidupan yang sehat (holistik).

Kehidupan Beragama
            Dalam banyak tradisi agama dan budaya, kesadaran jiwa, atau kekuatan jiwa manusia sering dipandang bersumber dari Ilahi (divine). Pada hakikatnya kegiatan beragama itu pemujaan terhadap Tuhan. Hakikat pemujaan yakni membangunkan kekuatan spiritual. Kekuatan suci spiritual adalah sumber energi untuk menggerakkan hidup. Tiap pusat energi berisi hikmah kehidupan spiritual universal yang harus dipelajari manusia jika ingin dirinya menuju ke tingkat yang lebih tinggi dan bertemu dengan higher-self nya.
            Dalam agama-agama Timur seperti Hindu, dikenal pemahaman tentang cakra. Sistem cakra merupakan gambaran kedewasaan individu melalui tujuh tahap yang berbeda-beda. Cakra-cakra itu tersusun secara vertikal, berderet dari bawah tulang punggung hingga mahkota kepala. Menurut Caroline Myss, ini menyiratkan bahwa manusia menanjak ke arah Ilahi dengan menguasai dorongan dunia fisik yang membangkitkan nafsu secara bertahap. Semakin ke atas maka kita semakin menuju ke arah yang lebih baik dalam meraih kekuatan diri dan spiritual.

Berikut adalah kehidupan spiritual yang digambarkan tujuh cakra, seperti yang dijelaskan oleh Caroline Myss seorang spiritualis dan penyembuh dalam bukunya Anatomy of the Spirit:[2]
Cakra pertama: hikmah yang terkait dengan dunia material
Cakra kedua: hikmah yang terkait dengan seksualitas, pekerjaan, dan hasrat fisik
Cakra ketiga: hikmah yang terkait dengan ego, kepribadian, dan harga diri
Cakra keempat: hikmah yang terkait dengan cinta, pemaafan, dan rasa iba
Cakra kelima: hikmah yang terkait dengan keinginan dan ekspresi diri
Cakra keenam: hikmah yang terkait dengan pikiran, intuisi, wawasan, dan kearifan
Cakra ketujuh: hikmah yang terkait dengan spiritualitas

Hidup seyogianya bergerak menuju puncak-puncak kesuksesan mewujudkan tujuan hidup secara bertahap. Dalam Hindu, segala perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan ini adalah ibadah. Maka itu, tujuan hidup menurut agama Hindu adalah mencapai dharma, artha, dan kama. Ketiga hal tersebut sebagai landasan untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi yakni moksha. Jadi, bisa dikatakan prinsip dasar kehidupan manusia adalah terlaksananya atau tercapainya catur purusa artha yaitu dharma, artha, kama, dan mokhsa.
            Dharma maksudnya melaksanakan kewajiban dasar kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Dharma kita sebagai manusia adalah melakukan pelayanan bhakti. Pelayanan yang utama haruslah diberikan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawad Gita dinyatakan bhaktya mam abhijanati, yang artinya 'Tuhan hanya dapat dipahami dengan Bhakti.' Kata 'mam' disini adalah Krsna atau Bhagawan.
            Dalam agama Hindu, segala penciptaan, sekecil apapun merupakan bagian yang satu dengan Tuhan. Seperti yang dijelaskan oleh Prabhupada dalam tafsiran Bhagavad-gita, bahwa menurut sifatnya, bagian percikan sekecil atom dari Roh yang Paling Utama, bersatu dengan Yang Maha Kuasa. Dalam Sloka 2.20 Bhagawad-gita[3]:

Na jayate mriyate va kadacin
nayam bhutva bhavita va na bhuyah
ajo nityah sasvato 'yam purano
na hanyate hanyamane sarire

artinya: tidak ada kelahiran maupun kematian bagi sang roh pada saat manapun. Dia tidak diciptakan pada masa lampau, ia tidak diciptakan pada masa sekarang. Dan tidak akan diciptakan pada masa yang akan datang. Dia tidak dilahirkan, berada untuk selamanya, dan bersifat abadi. Dia tidak terbunuh apabila badan dibunuh.

            Pemahaman tentang dharma harus didahului dengan pemahaman kita pada Yang Maha Kuasa – Beliau yang kita beri bhakti. Penciptaan ruh, atau apapun di dunia ini, merupakan sesuatu yang sudah pasti terjadi. Penyesalan atas nasib yang menimpa kita seharusnya tidak terjadi berlarut-larut karena sudah merupakan tugas kita sebagai pelaku dunia untuk menjalani kehidupan yang kita cipta sendiri. Aneka ragam kemalangan, nasib sial, dan bencana, sebetulnya adalah ulah manusia sendiri yang tidak mau berhenti menganggap bahwa segala hal yang terjadi adalah guru kehidupan kita. Seperti yang dijelaskan dalam Sloka 2.27[4]:

jatasya hi dhruvo mrtyur
dhruvam janma mstasya ca
tasmad apariharye 'rthe
na tvam socitum arhasi

artinya: orang yang sudah dilahirkan pasti akan meninggal, dan sesudah kematian, seseorang pasti akan dilahirkan lagi. Karena itu, dalam melaksanakan tugas kewajibanmu yang tidak dapat dihindari, hendaknya kau jangan menyesal.
             
Lantas, bagaimana Tuhan dipahami? Tuhan adalah Semesta. Ketika umat Hindu memuja sungai Gangga, bukanlah air itu dianggap sebagai Tuhan, akan tetapi air merupakan bagian dari Tuhan, sama seperti kita – manusia, yang merupakan bagian dari Sang Hyang Widhi. Seperti yang digambarkan dalam Bhagawad-gita Sloka 11.39[5]:

vayur yamo 'gnir varunah sasankah
prajapatis tvam prapitamahas ca
namo namas te 'stu sahasra-krtvah
punas ca bhuyo 'pi namo namas te

artinya: Andalah udara, dan Andalah Yang MahaKuasa! Anda adalah api, Anda adalah air, Anda adalah Bulan! Anda adalah Brahma, makhluk hidup yang pertama, Anda adalah kakek moyang semua makhluk. Karena itu hamba bersujud dengan hormat kepada Anda seribu kali, kemudian berulang lagi.

            Menurut Prabhupada, di dalam bhagawad-gita, Krsna disebut udara karena udara adalah perwujudan terpenting semua dewa, sebab udara ada di mana-mana. Arjuna juga menyebutkan Krsna sebagai kakek moyang semua makhluk hidup karena Krsna adalah ayah Brahma, makhluk hidup pertama di alam semesta. Isvara (Tuhan Yang Maha Esa), jiva (makhluk hidup), prakrti (alam), kala (waktu yang kekal) dan karma (kegiatan) semua dijelaskan dalam Bhagawad-gita. Di antara kelima hal tersebut, Tuhan Yang Maha Esa, para makhluk hidup, alam material, dan waktu adalah kekal.[6]
            Hubungan antara Arjuna dan Krsna dalah kawan dekat atau sahabat. Krsna, kawannya, adalah kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan dapat memperlihatkan bentuk semesta yang begitu ajaib. Dalam suatu kisah, termuat dalam Sloka 11.46[7]:

kiritinam gadinam cakra-hastam
icchami tvam drastum aham tathaiva
tenaiva rupena catur-bhujena
sahasra-baho bhava visva-murte

artinya: O bentuk semesta, Tuhan Yang Maha Esa yang berlengan seribu, hamba ingin melihat Anda dalam bentuk Anda yang berlengan empat, dengan mahkota pada kepala Anda dan gada, cakra, kerang, dan bunga padma pada tangan-tangan Anda. Hamba ingin melihat Anda dalam bentuk itu.

            Tuhan di sini tampil dalam berbagai macam bentuk-bentuk utama seperti Rama, Nrsimha, Narayana, dan sebagainya. Jumlah bentuknya tidak dapat dihitung. Tapi Arjuna mengetahui bahwa Krsna adalah kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang asli, yang sedang mewujudkan Diri dalam bentuk semesta-Nya yang sementara.

            Dan pemahaman seperti ini hanya bisa dicapai dengan bhakti. Seperti yang dikatakan langsung oleh Krsna kepada Arjuna dalam Sloka 11.54[8], 'Arjuna yang baik hati, hanya melalui bhakti yang murni dan tidak dicampur dengan kegiatan yang lain Aku dapat dimengerti menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya, yang sedang berdiri dihadapanmu., dan dengan demikian Aku dapat dilihat secara langsung. Hanya dengan cara inilah engkau dapat masuk ke dalam rahasia pengertian-Ku.'[9]

            Begitu seseorang menjadi penyembah Tuhan, dia juga mempunyai hubungan yang langsung dengan Tuhan. Ada lima cara gambaran seseorang yang dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa:
1.    Seseorang dapat menjadi penyembah dalam keadaan pasif;
2.    Seseorang dapat menjadi penyembah dalam keadaan aktif;
3.    Seseorang dapat menjadi penyembah sebagai kawan/sahabat;
4.    Seseorang dapat menjadi penyembah sebagai ayah atau ibu;
5.    Seseorang dapat menjadi penyembah sebagai kekasih.

            Arjuna mempunyai hubungan dengan Tuhan sebagai kawan. Persahabatan Arjuna dengan Krsna adalah persahabatan rohani yang tidak dapat diperoleh semua orang. Setiap makhluk di bumi ini mempunyai hubungan khusus dengan Tuhan untuk selamanya, disebut Svarupa. Dengan proses bhakti seseorang dapat menghidupkan kembali svarupa tersebut dan tingkat itu disebut svarupa-siddhi – penyempurnaan kedudukan dasar kita.[10]
            Dalam melaksanakan Dharma kita, biasanya didukung oleh Tri Kaya Parisudha atau tiga jenis perbuatan yang harus disucikan, yakni: suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Suci dalam pikiran artinya kita harus senantiasa berusahakan mengendalikan pikiran kita dari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya memikirkan hala-hala yang akan membuat kita menderita. Pengendalian pikiran ini berguna untuk menggiring kita fokus pada pikiran yang membawa kita dekat dengan mokhsa karena menjauh dari dunia yang sementara ini.
            Agama Hindu yang dikenal sebagai sebutan Sanata Dharma[11] sebagai tradisi universal yang melihat tidak saja Maha Suci itu sebagai Bapak, tapi juga sebagai Ibu. Bahkan dalam Hinduisme, hubungan terdalam antara manusia dan Tuhan adalah hubungan antara anak dan Ibu. Tuhan tidak saja memiliki sifat maskulin, tapi juga feminin, keibuan. India sendiri dipandang sebagai Ibu yang diwakili oleh cintra Dewi Gangga. Gambaran semacam ini sangat berpengaruh pada spiritualitas dalam Hindu.
            Artha berarti kekayaan. Kekayaan yang dimaksud untuk mengatur kehidupan yang lebih baik. Dalam memperoleh kekayaan kita harus melakukan perbuatan yang berhubungan dengan dharma, karena bekerja sesuai dengan dharma kita akan memperoleh kebahagiaan dan tidak terikat dengan karmaphala. Dengan mengumpulkan artha sesuai dengan aturan akan menjadikan kita mampu memenuhi kama yang kita inginkan dan akhirnya setelah kama tercapai kita akan bisa mencapai mokhsa. Dalam hal ini mokhsa bisa juga dikatakan sebagai kepuasaan batin yang senantiasa tekun dalam pelayanan bhakti kepada Tuhan. Hubungan antara dharma, artha, kama dan mokhsa sangatlah erat, seperti mutiara yang diikat pada seutas tali dimana semua itu kebenaran dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya
            Gambaran mengenai Artha ini terurai dalam Bhagawad-gita terutama sloka 5 yang membahas karma-yoga – perbuatan dalam Kesadaran Krsna. Selama seseorang masih sibuk dalam kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kesenangan jasmani, pasti  ia berpindah-pindah ke dalam berbagai jenis badan, dan dengan demikian akan melanjutkan ikatan material untuk selamanya. Istilah mudahnya, kehidupan dunia dan akhirat yang seimbang. Seperti yang diuraikan dalam Sloka 5.7 Bhagawad-gita, yang artinya, “Orang yang bekerja dalam bhakhti, yang menjadi roh yang murni, yang mengendalikan pikiran dan indria-indria, dicintai oleh semua orang, dan diapun mencintai semua orang. Walaupun dia selalu bekerja, dia tidak pernah terikat.”
            Penting sekali untuk memahami Hindu, berawal dari pemahaman masalah Weda. Mula-mula hanya ada satu Weda, dan pada waktu itu Weda tidak perlu dibaca. Pada waktu itu orang-orang begitu cerdas dan ingatan begitu tajam sehingga dengan sekali dengar kata-kata Guru mereka dapat mengerti. Tapi lima ribu tahun yang lalu, Vyasadewa menyusun Weda dalam bentuk tertulis bagi orang-orang di zaman ini, yakni Kali Yuga. Vyasadewa melakukan hal ini karena ia tahu bahwa pada zaman itu manusia akan memiliki umur pendek, ingatan yang sangat lemah dan kecerdasannya tidak begitu tajam. Agama Hindu merupakan agama yang tertua di dunia. Ini pendapat orang-orang non-Hindu. Agama Hindu, kitab sucinya Weda adalah wahyu Tuhan yang diturunkan melalui para Maharsi yang jumlahnya tujuh Maharsi yang disebut Sapta Rsi (Rsi Grtsamada, Rsi Wiswamitra, Rsi Wamadewa, Rsi Atri, Rsi Baharadwaja, Rsi Wasista dan Rsi Kanwa). Wahyu/sabda Brahman inilah dituangkan dalam bentuk tulisan yang diberi nama Weda Sruti (Rg Weda, Sama Weda, Yayur Weda, dan Atharwa Weda).
            Kitab-kitab Weda yang lainnya antara lain, Purana-purana, Mahabharata, Ramayana, empat Weda dan Upanishad-upanishad. Ulasan Wedanta yang sempurna dari Vyasadewa adalah Srimad Bhagawatam. Dalam Wedanta Sutra diberikan isyarat tentang apa itu Brahman, Kebenaran Mutlak: yaitu merupakan sumber segala sesuatu, dimana kebenaran Mutlak itu haruslah berupa kesadaran. Jika kita mengembangkan kesadaran dan pengetahuan kita dengan cara menerima pengetahuan dari sumber lain, sedangkan bahwa Tuhan bercahaya sendiri. Seluruh ikhtisar pengetahuan Weda adalah Wedanta Sutra dan hal ini dijelaskan sendiri oleh pengarangnya dalam Srimad Bhagawatam.

Apa arti spiritualitas?
            Di dalam artikelnya, Aspek Feminin dalam Spiritualitas Hindu, Bagus Takwin memaparkan pendapat  Burnard[12], yang melihat spiritualitas dapat merujuk pada pengertian yang berbeda-beda pada orang yang berbeda-beda. Menurutnya, semua individu memiliki spiritualitas yang khas dan khusus bagi diri mereka lepas dari orientasi religius dan kepercayaan yang dianutnya. Lebih lanjut, spiritualitas itu melampau afiliasi terhadap agama tertentu, yang bahkan bisa dicapai oleh orang yang tidak percaya oleh Tuhan sekalipun, karena inti dari spiritualitas itu merupakan penyelarasan alam semesta dan menjawab pertanyaan yang tak terbatas tentang kehidupan.
            Pandangan spiritualitas Hindu didasari oleh pandangan alam semesta dan seisinya, termasuk manusia, muncul setelah adanya kekuatan ideal yang disebut Brahman. [13]
                Peninggalan-peninggalan sejarah tradisi Vedik meguatkan pandangan ini. Dalam Bhagavad Gita penjelasan tentang Yang Maha Kuasa dan cara mencapainya diuraikan lewat ucapan Krsna yang sedang bercakap dengan Arjuna mulai dari Sloka 7.1 sampai Sloka 8:28:
“Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: 'Makhluk hidup yang tidak dapat dimusnahkan dan bersifat rohani disebut Brahman, dan sifatnya yang kekal disebut adhyatma, atau sang diri. Perbuatan berhubungan dengan perkembangan badan-badan jasmani para mahkluk hidup disebut karma atau kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil atau pahala.'”

            Dalam pemahaman Hindu, Tuhan menjelma banyak wujud. Konsep satu Tuhan dalam banyak perwujudan ini untuk memahami Yang Maha Esa. Trinitas Hindu, wujud dewa-dewa dan dewi-dewi, para Avatara dari Wishnu (Vishnu) Sang Tuhan, Dewata, titisan dewa-dewa dalam bentuk planet dan binatang merupakan perpanjangan bentuk dari Tuhan Yang Maha Esa. Trimurti yang terdiri dari Brahma, Wishnu, dan Syiwa bukanlah tiga yang berdiri sendiri dan dewa yang terpisah satu sama lain tetapi merupakan tiga aspek yang berbeda Satu Tuhan Yang Maha Esa. Brahma mewakili aspek Maha Pencipta, Wishnu Sang Pemelihara dan Syiwa mewakili aspek pemusnah alam semesta. Kekuasaan Tuhan juga diwujudkan dalam bentuk pasangan, istri atau mitra Tuhan dalam bentuk dewi (devi). Beberapa di antaranya adalah Saraswati, Parwati (Sakti) dan Lakhsmi.
            Pada umumnya jumlah Avatara seluruhnya ada sepuluh, tapi Bhagavad Purana menambahnya menjadi dua puluh dan masih ada tambahan lagi yang tak terhitung jumlahnya. Seluruh Avatar adalah bentuk Wishnu di dunia. Wishnu sendiri adalah abadi, tak berubah, dan tetap selamanya.
            Dalam pandangan Hindu, memiliki beragam nama bagi sesuatu bukanlah tanda yang niscaya dari pengabaian realitas alaminya. Sebaliknya, itu menunjukkan adanya pemahaman yang intim terhadapnya. Pemahama itu yang membuat kita menjulukinya berdasarkan sifat-sifatnya. Begitu pula dalam memahami Tuhan.

Lantas, bagaimana manusia mencari spiritualitas yang tinggi?
            Pada intinya manusia harus mencapai kesadaran akan kebersatuan alam. Keberadaan manusia tidak terlepas dari keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Hindu, esensi manusia adalah spirit atau rohnya dan bukan jasmani badannya. Berbagai wujud di dunia ini cuma penampakannya saja, bukan yang sesungguhnya. Manusia sama seperti makhluk lainnya berpartisipasi dalam karakter alam sebab segala sesuatu merupakan perwujudan Tuhan Yang Maha Esa. Inilah yang disebut Atman atau Brahman.
            Meski Brahman atau Atman memang pusat alam sekaligus pusat manusia tetapi dalam diri manusia, kesadaran tentang Atman atau Brahman terbungkus oleh empat lapisan. Semakin mendalam lapisan itu, semakin halus. Lapisan-lapisan itu adalah:  1) Badan, 2) nafas, 3) budi, dan 4) gnosis atau pengetahuan yang sudah tersaingi yang sudah tersinergi dalam diri manusia. Pengetahuan yang disebut gnosis adalah pengetahuan yang ada tanpa perantaraan indra dan jalan pikiran. Pengertian gnosis di sini dapat disetarakan dengan wahyu kosmik. Jika lapisan-lapisan itu telah terbuka dan dapat ditembus, maka manusia menyadari kesatuannya dengan alam, menyadari, ia adalah Brahman, satu-satunya realitas yang tak terbatas dan tak berakhir, tak bermula, baka, sempurna, dan mutlak. Bahkan beberapa kekauasaan yang dianggap penting dari Tuhan ditampilkan dalam wujud yang memiliki atribut feminin yang kental dengan jenis kelamin perempuan. Agama Hindu memiliki banyak bentuk feminin dari Yang Maha Suci seperti Kali, Durga, Lakhsmi, dan Sarasvati. Semua itu mewakili kualitas dan fungsi feminin yang berbeda dari Tuhan.
            Untuk menggapai spiritualitas tertinggi, manusia harus mempunyai kesadaran tingkat tinggi akan makna dan tujuan hidupnya. Manusia harus sadar (dalam bentuk Kesadaran Krsna) bahwa hidup adalah bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai rasa cinta kasihnya kepada 'sahabat.' Manusia diminta untuk menjalankan kehidupan dengan penuh kesadaran, yaitu dengan melakukan kegiatan yang suci dan disucikan, atau yang disebut Bhakti. Kegiatan bhakti adalah kegiatan sehari-hari akan tetapi tidak disertai niatan material, tapi sebaliknya segala niatan itu spiritual. Apabila kita dicemari oleh hal-hal material maka keakuan yang ada dalam diri kita adalah palsu.
            Tidak hanya sadar akan makna dan tujuan hidup, manusia pun juga harus mampu menjelaskan pada diri sadarnya sendiri tentang kodrat dirinya. Untuk menjelaskan tentang kodrat manusia, maka kita perlu mengetahui alam material sendiri terdiri dari tiga sifat: sifat kebaikan, sifat nafsu, dan sifat kebodohan. Di atas tiga sifat itu terdapat waktu yang kekal, dan kegiatan yang disebut karma yang terjadi karena gabungan sifat-sifat alam itu dibawah pengendalian dan pengawasan waktu yang kekal. Kegiatan tersebut dilakukan sejak masa lampau dan kita menderita atau menikmati hasil kegiatan kita. Segala sesuatu, disetiap bidang kehidupan, kita menikmati hasil pekerjaan kita atau menderita karena sesuatu hal itu adalah sebagai akibat. Ini disebut karma. Inilah penjelasan tentang kodrat manusia, bahwa segala sesuatu itu diakibatkan dari apa-apa yang telah kita lakukan.
            Akan tetapi paramatma, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, bersemayam dalam hati setiap orang sebagai isvara, yaitu kepribadian yang mengendalikan dan bahwa Beliau memberikan petunjuk supaya makhluk hidup dapat bertindak sesuai dengan kehendaknya.  Seperti yang dijelaskan oleh Prabhupada, bahwa makhluk hiduo itu cenderung lupa dengan apa yang harus dilakukannya. Mereka dengan mudah terikat dengan karmanya sendiri. Setelah meninggalkan satu badan dan masuk ke badan lain seperti membuka dan mengenakan pakaian, ia terkena rantaian karma yang ia ciptakan sendiri dan begitu seterusnya, ia akan mendapatkan aksi dan reaksi dari kehidupan-kehidupannya yang sebelumnya. Kegiatan ini dapat diubah apabila makhluk hidup berada dalam sifat kebaikan, yaitu waras dan mengerti jenis kegiatan mana yang harus dilakukannya. Dari sini bisa terlihat bahwa karma tidaklah kekal karena ia bisa diubah-ubah. Maka itu dari lima unsur pokok (isvara, jiva, prakrti, kala, dan karma), empat unsur kekal, sedangkan karma tidak kekal.[14] Seperti yang Prabhupada lakukan dalam bukunya, Bhagawad-Gita as It is, kedudukan Isvara, Tuhan Yang Maha Esa, ialah kedudukan kesadaran tertinggi. Para Jiva – atau para makhluk hidup – sebagai bagian-bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai sifat sama seperti Tuhan.

            Kemudian, bagaiamana dengan siklus kehidupan? Siklus kehidupan itu seperti yang digambarkan dalam Sloka 2.13[15]:

dehina 'smin yatha dehe
kaumaram yauvanam jara
tatha dehantara-praptir
dhiras tatra na muhyati

artinya: seperti halnya sang roh terkurung di dalam badan terus-menerus mengalami perpindahan di dalam badan ini, dari masa kanak-kanak sampai masa remaja sampai masa usia tua, begitu juga sang roh masuk ke dalam badan lain pada waktu meninggal. Orang yang tidak tenang bingung karena pergantian itu.


            Maka dari itu, manusia ideal adalah manusia yang tahu bahwa dirinya sakit, kemudian bertekat untuk berobat dan mengobati dirinya sekaligus orang lain, dan kemudian mulai hidup dengan gaya hidup yang sehat yang jauh dari penyakit. Hal ini bisa digapai dengan yoga yang diberangi dengan mantra.

Derita dan Bahagia
            Dalam kitab suci Weda dinyatakan bahwa dunia ini, alam semesta khususnya bumi tempat kita tinggal saat ini bukanlah tempat yang sebenarnya untuk kita. Kita bukanlah milik alam material yang penuh dengan misteri ini. Tempat ini terlalu banyak penderitaan buat kita.padahal tujuan kita yang sebenarnya adalah mencari kebahagiaan. Bukan penderitaan. Mengapa tempat ini dikatakan bukan tempat kita dan tempat ini penuh dengan penderitaan?  Ada alam material tentunya ada alam rohani. Ada tempat penderitaan tentunya ada tempat yang hanya ada kebahagiaan saja. Ya. Kita adalah milik alam yang penuh dengan kebahagiaan itu. Pendek kata kita adalah milik alam Rohani yang mana tempat itu penuh dengan pengetahuan, kekekalan dan kebahagiaan (sat cit ananda). Terus, mengapa kita ada ditempat yang penuh dengan penderitaan ini? Mengapa pula kita harus menderita? Bagaimana caranya kita bisa terlepas dari penderitaan ini dan apa yang harus kita lakukan?
            Jalan kebahagiaan adalah kalau kita memahami lima unsur pokok dan bisa menarik benang merahnya dengan tujuan hidup manusia di planet bumi ini. Lima hal pokok tersebut adalah isvara, jiva, prakrti, kala, dan karma. Isvara adalah Tuhan Yang Maha Esa yang pribadinya bersemayam dalam diri kita – para jiva. Prakrti adalah alam dan fungsinnya. Sebagai gambaran, alam selalu bekerja dengan jangka waktu tertentu. Ia bisa rusak, akan tetapi nanti ia akan kembali seperti semula dan begitu seterusnya. Maka itu bisa dikatakan kalau kerja prakrti adalah kekal. Alam memiliki tenaga yang terpisah dari Tuhan Yang Maha Esa, dan beda dengan makhluk hidup yang menyatu selalu dengan Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi ketiganya selalu berhubungan, bahkan dengan kala (waktu) sekalipun. Semuanya kekal, kecuali karma.
            Dalam kitab suci Weda dinyatakan bahwa alam semesta material ini merupakan tempat yang diperuntukkan bagi orang-orang yang jahat yang tidak mau atau meragukan kekuasaan Tuhan. Kita ragu bagaimana sih dengan Tuhan itu? Salah satu jawaban yang bisa dan sebaiknya mulai kita renungkan adalah kita ingin menikmati alam semesta material ini dan ingin mengesampingkan kekuasaan Tuhan.
Untuk mulai menjawab semua pertnayaan yang muncul dari benak kita tersebut, marilah kita coba renungkan atau merenung sejenak mengenai kejadian-kejadian, mukjizat-mukjizat apa yang telah kita peroleh atas kejadian-kejadian yang telah kita hadapi. Sekitar satu setengah tahun yang lalu gempa yang dashyat menggoncang kota Jogyakarta dan sekitarnya. Ratusan ribu orang jadi korban, kita semua menderita yang bahkan sampai saat ini masih menyimpan duka, ketakutan ynag sangat, trauma, keputusasaan, ketidak percayaan diri, kehilangan harapan dan orientasi hidup, dan kita tak tahu apa yang harus kita lakukan.
        Ternyata alam semesta material yang diciftakan oleh Tuhan ini memang tempat orang orang yang 'dihukum' oleh Beliau. Seperti halnya dalam sebuah pemerintahan, Pemerintah membangun dua jenis institusi pemerintah yang satu dinamakan institusi pendidikan atau lembaga pendidikan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin maju, mnembangun dan memperbaiki tingkat kesejahteraan hidupnya,misalnya agar kita memperoleh penghargaan dari pemerintah  karena prestasi yang kita perbuat. Begitu juga lembaga permasyarakatan yang diperunutkkan orang-orang jahat yang telah melanggar hukum atau orang-orang yang telah melakukan tindakan criminal, lemabaga permasyarakatan adalah tempat yang paling cocok. Kita tinggal pilih, pemerintah sudah menyiapkan kedua lemabaga tersebut dan kita bebas memilihnya. Nah sekarang anda pilih yang mana?
        Diuraikan pula dalam 'kitab' atau perundang-undangan pemerintah tersebut bahwa di lembaga pendidikan ada berbagai jenis beasiswa, penghargaan, dan tanda jasa yang telah dipersiapkan untuk mereka yang mau dan ingin menerimanya. Demikian ula sebaliknya di lembaga permasyarakatan telah di atur berbagai jenis siksaan atau penderitaan yang akan kita terima siap atau tidak dan waktunya yang tidak tentu. Kapan saja bisa terjadi. Begitu pula dialam material ini, dalam kitab suci Weda dikatakan ada tiga jenis penderitaan yang harus kita terima yaitu penderitaan dari Makhluk hidup yang lebih rendah kecerdasannya dari kita seperti belalang, tikus, nyamuk, binatang buas yang mengamuk dan lain sebagainya yang kita sendiri tidak tahu kapan apa yang memaksa itu terjadi. Selajutnya penderitaan dari pikiran kita sendiri atau penderitaan dari diri kita sendiri. Misalnya kita merasa iri dengan milik orang lain dan kita memaksakan diri untuk memilikinya yangmengakibatkan diri kita stress, tertekan dan bahkan gila. Dan yang terakhir adalah penderitaan oleh penguasa yang lebih tinggi dan alam. Misalnya gunung meletus, gempa bumi, hujan badai, angina topan dan lain sebagainya yang kesemuanya itu membuat diri kita menderita.
       Dan untuk membantu manusia mengatasi segala penderitaan tersebutlah Tuhan memberikan petunjuk-petunjuk-Nya agar kita menyadari siaapa sih diri kita yang sebenarnya.
       Seperti yang telah dinyatakan diatas, bahwa untuk kita memperoleh kedamaian  kita harus mengakui bahwa Tuhan Sri Krishna atau Ida Sang Hyang Widdhi Wasa merupakan sumber kebahagiaan tersebut. Dalam kedudukan Beliau sebagai penerima utama segala korban suci dan pertapaan berarti tidak ada yang sama atau lebih tinggi dari Beliau. Apa saja korban suci yang bisa kita lakukan untuk Beliau? Ada banyak korban suci dan yang paling utama adalah  mengikuti semua perintah-perintah-Nya, melakukan apapun yang bisa membuat diri Beliau senang, tidak pernah lupa dan senatiasa ingat pada Beliau. Yang mebuat Beliau senang salah satunya adalah mengucapkan Nama-nama Suci-Nya dengan tekun dan kesungguhan hati yang menunjukkan betapa bhakti kita pada Beliau.
       Selanjutnnya adalah dalam kedudukan Beliau sebagai sumber dari segala dunia rohani dan dunia material. Tuhan menciftakan dunia ini untuk kita gunakan sebagai sarana dalam melakukan pelayanan bhakti kepada Beliau. Kita harus senatiasa menjagaa keharmonisan antara sesama manusia, menjaga keharmonisan antara kita dengan alam atau lingkungan dan yang paling utama senatiasa menjaga kedekatan diri kita dengan Tuhan yang merupakan sumber segala sesuatu, sehingga kita akan bahagia karenanya.
       Dan yang terakhir adalah bahwa Beliau adalah penolong yang mengharapkan kesejahteraan untk semua makhluk hidup. Kalau Beliau adalah penolong yang mengharapkan kesejahteraan bagi semua makhluk hidup berarti kita memiliki kesempatan yang sama untuk bisa melakukan pelayanan pada Beliau dan kesempatan yang sama pula untuk kita bisa memperoleh kebahagiaan.
            Awal dari kebahagiaan adalah karena kita melaksanakan tugas-tugas yang sudah diberikan sesuai dengan sifat-sifat kita masing-masing, karena pekerjaan seperti itu tidak mengandung reaksi-reaksi dosa. Seperti dalam Bhagawad-Gita 5.29[16]:

bhoktaram yajna tapasam
sarva-loka mahsevarama
suhrdam sarva-bhutanam
jnava mam santim rcchati

artinya: orang yang sadar Kepada-Ku sepenuhnya, karena ia mengenal Aku sebagai Penerima utama segala korban suci dan pertapaan, Tuhan Yang Maha Esa penguasa semua planet dan dewa, dan penolong yang mengharapkan kesejahteraan semua makhluk hidup, akan mencapai kedamaian dari penderitaan kesengsaraan material.

            Dalam ayat tersebut diberikan prinsip dasar kedamaian yaitu bahwa Sri Krsna atau Aku merupakan penerima utama segala korban suci dan pertapaan, Penguasa planet atau dewa serta merupakan penolong yang mengharapkan kesejahteraan semua makhluk. Meski begitu, tetap harus ada apa yang namanya penderitaan. Ada tiga jenis penderitaan: penderitaan yang diakibatkan oleh pikiran kita sendiri, penderitaan yang diakibatkan oleh makhluk lainm dan penderitaan oleh alam seperti bencana alam. Dan semua itu terjadi, segala penderitaan itu berasal dari keterikatan kita (kemelekatan). Dengan latihan (bhakti) maka hal semacam ini (kemelekatan) bisa dihilangkan, hingga tercapainya Kesadaran Krsna.
            Menurut ajaran abadi Upadesamrta, ada enam prinsip yang menguntungkan untuk pelaksanaan bhakti yang murni: 1) menjadi semangat; 2) berusaha dengan keyakinan; 3) menjadi sabar; 4) bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip yang mengatur; 5) meninggalkan pergaulan dengan orang yang bukan penyembah; 6) mengikuti langkah-langkah para acarya dari dahulu kala. Enam prinsip tersebut pasti menjamin sukses yang lengkap dalam bhakti yang murni.
             
            Ajaran abadi Upadesamrta ini memperlihatkan betapa kehidupan manusia itu dimaksudkan untuk hidup dan berpikir secara halus. Dalam Srimad Bhagavatam (1.2.9) Sri Suta Gosvami menguraikan dharma yang sebenarnya bagia manusia sebagai berikut[17]:

dharmasya hy apavargyasya
nartho 'rthayopakalpate
narthasya dharmakaintasya
kamo labhaya hi smrtah

yang artinya: segala tugas kewajiban (dharma) tentu saja dimaksudkan untuk mencapai pembebasan pada akhirnya. Hendaknya kegiatan seperti itu tidak pernah dilaukan untuk mnecrai keuntungan material. Selanjutknya, orang yang sibuk dalam  melaukan tugas kewajibannya yang paling tinggi (dharma) hendaknya tidak pernah menggunakan keuntungan material untuk mengembangkan kepuasan indria-indria.

            Berbicara tentang dharma itu sama halnya berbicara tentang jalan hidup mana yang akan ditempuh atau agama. Maka itu, dalam kitab yang sama, Sri Suta Gosvami menekankan pentingnya manusia memiliki sebuah jalan hidup atau agama, karena ini yang membedakan antara manusia dengan hewan. Agama menyangkut tentang hukum-hukum Tuhan yang akan membawa manusia untuk keluar dari jeratan dunia material. Dharma yang sebenarnya itu mengajarkan orang supaya mereka berpuas hati dengan kebutuhan hidup mereka yang pokok seraya mengembangkan Kesadaran Krsna. Inilah yang dimaksudkan dengan kehidupan holistik – seimbang antara jiwa, tubuh dan pikiran.

Bagaimana menyelaraskan antara jiwa, tubuh dan pikiran? Sudah dibahas tadi tentang bhakhti dan mengapa kita harus melakukannya. Dalam hal ini, terkait erat dengan keyakinan yang lima dalam agama Hindu, atau Panca Srada, yaitu:
1.    Percaya akan adanya Tuhan atau Ida Sang Hyang Widdhi Wasa atau Sri Krishna.
2.    Percaya akan adanya Sang Roh atau Atma
3.    Percaya akan adanya Karmaphala atau Hasil Perbuatan
4.    Percaya akan adanya Samsara atau Kelahiran Kembali
5.    Percaya akan adanya Mokhsa.

            Ketika seorang Hindu sudah mengakui lima hal diatas, maka akan mudah menjalankan bhakhti – karena pada dasarnya manusialah yang membutuhkan bhakhti.  Menurut Sri Rupa Gosvami, Bhakhti tidak hanya sekedar samadhi akan tetapi juga dalam segala tindak dan perilaku. Diantaranya beliau menyebutkan ada sembilan cara bhakhti:
     Mendengar nama dan kebesaran Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
     Memuji kebesaran Tuhan
     Ingat pada Tuhan
     Melayani kaki Tuhan
     Bersembahyang pada arca
     Bersujud kepada Tuhan
     Bertindak sebagai hamba Tuhan
     Menjadi sahabat dengan Tuhan
     Menyerahkan diri dengan sepenuhnya kepada Tuhan, sravanam, atau mendengar, merupakan langkah pertama dalam mendapatkan pengetahuan rohani.

            Dalam Upadesamrta, terdapat sebelas ayat yang merupakan inti sari cara mencapai bhakhti tahap demi tahap dengan mengendalikan indria-indria dan pikiran. Karya ini merupakan hasil Srila Rupa Gosvami, salah seorang murid Sri Caitanya Mahaprabhu (1486-1534). Di dalamnya, pada ayat satu, dijelaskan[18]:

vaco vegam manasah krodha-vegam
jihva-vegam udaropastha-vegam
etan vegan yo visaheta dhirah
sarvam apimam prthivim sa sisyat

Artinya: orang yang dapat menahan dorongan untuk berbicara, permintaan dari pikiran, tindakan amarah, dan dorongan dari lidah, perut, dan kemaluan, telah memenuhi syarat untuk menerima murid-murid di seluruh dunia.

            Kemudian ayat dua memberikan solusi seperti apa yang harus dilakukan oleh umat manusia.[19]

Atyaharah prayasas ca
prajalpo niyamagrahah
jana-sangas ca laulyam ca
sadhbir bhaktir vinasyati

            Maksud dari ayat ini adalah: Bhakti yang dilakukan seseorang dirusakkan apabila dia menjadi terlalu terlibat dalam enam kegiatan berikut: 1) makan lebih dari kebutuhan atau mengumpulkan dana lebih dari yang dibutuhkan; 2) berusaha terlalu keras untuk benda-benda duniawi yang sangat sulit sekali diperoleh; 3) berbicara tentang jal-hal duniawi dimana pembicaraan tidak diperlukan; 4) mempraktekkan aturan dan peraturan dari Kitab Suci hanya untuk mengikutinya saja dan peraturan dari Kitab-kitab Suci dan bekerja sendirian atau bekerja sesuai dengan kehendak sendiri; 5) bergaul dengan orang yang hatinya duniawi dan tidak tertarik pada Kesadaran Krsna; dan 6) menjadi kelobaan untuk mencapai sesuatu yang bersifat duniawi.

            Dalam berjapa atau mengucapkan nama-nama suci Tuhan Sri Krsna atau Sri Wishnu, ada juga yang mengucapkan dengan nama-nama lain seperti Dewa Syiwa, Ganesha, Sri Lakshmi, dan yang lainnya. Dan hasilnya pun beda-beda. Cara berjapa atau mengucapkan nama-nama suci Tuhan itu dengan menggunakan Mala atau tasbih. Tradisi yang harus selalu dijaga adalah tradisi bersih atau tapasnya. Maksud dari tapasnya adalah, bertapa tidak haya di dalam hutan, menyepi, atau dengan duduk, diam sambil pejamkan mata dan pandangan mengarah ke hidung. Namun, bertapa itu dilakukan terus-menerus dan penuh keyakinan. Misalnya yang dilakukan  oleh para Waisnawa (penyembah Sri Wishnu) di seluruh dunia, mereka melakukan pertapaan yang dikenal dengan empat prinsip kehidupan suci, yaitu dengan:
1.    tidak makan daging, ikan dan telur
2.    tidak main judi
3.    tidak mabuk-mabukan
4.    tidak melakukan hubungan kelamin yang tidak syah.

            Para Waisnawa juga tidak minum kopi, teh, makan bawang merah dan putih, dan hanya mengkonsumsi prasadam atau makanan yang sudah dipersembahkan kepada Wishnu. Biasanya para Waisnawa bangun sebelum jam 04.00 AM waktu setempat.  Dalam satu hari dibagi dalam 40 muhurta atau waktu yang paling mujur. Dan dalam satu hari satu malam hanya ada satu yang paling mujur yaitu Brahma Muhurta antara jam setengah lima sampai kurang dari jam lima. Dengan memanfaatkan waktu yang mujur tersebut  kita akan memperoleh manfaat yang luar biasa untuk kemajuan rohani kita. Memakai tilaka adalah rangkaian dalam tradisi Waisnawa setelah setiap mandi. Tilaka ini merupakan lambang Jendela  tempat suci. Ada banyak jenis tilaka yang dipakai oleh setiap pemeluk yang berbeda beda. Misalnya tiga garis sejajar pada dahi melambnagkan pemeluk ajaran Siwa, dua garis horizontal dimulai dari dahi sampai ujung hidung dan menyambung disana diakhiri seperti gambar sehelai daun merupakan tanda yang dipakai oleh para pemeluk Ajaran Wisnu atau Waisnawa.
       Para Waisnawa yang terkenal saat ini adalah Hare Krishna. Para Waisnawa ini senatiasa mengucapkan nama-nama Suci Tuhan dalam setiap sembahyangnya. Dan orang yang menyatakan ikut dalam kelompok Waisnawa ini harus  berjapa atau  mengucapkan nama-nama Suci Sri Krishna sebanyak 16 putaran kali 108 pada biji Mala setiap hari. Jadi memerlukan waktu sekitar dua jam setiap hari hanya untuk mengucapkan  Maha Mantra setiap hari. Ada banyak nama suci Wisnu tetapi Hare Krishna Mantra dikatakan Maha Mantra.
            Ritual yang kita bicarakan adalah ritual agni hotra atau upacara korban suci api korab suci api ini sudah sangat terkenal dari zaman Mahabharata dan Ramayana dulu. Yang dilakukan dalam agni hotra adalah memuja api dengan mempersembahkan biji-bijian seperti padi, wijen dan pisang yang dicampur dengan Ghee atau minyak murni. Upacara agni hotra dapat dilakukan di manasaja seperti di lapangan, di halaman, namun yang biasanya dilaksananakan adalah di dalam kuil atau yajnasala atau tempat yang dibangun secara khusus untuk korban suci tersebut. Disamping mempersembahakan minyak ghee juga agnihotra sarat dengan mantra-mantra yang purba dari zaman dulu.
            Tradisi untuk hidup dalam kesucian biasanya orang-orang suci dekat ketat mengikuti aturan dan peratutan atau tadisi yang di ajarkan oleh para Guru Kerohaniannya. Misalnya, bangun pagi, memakai tilaka, bersujud, mengucapkan nama-nama suci Tuhan, memakan makanan yang  sudah dipersembahkan kepada Tuhan. Inilah bentuk bhakhti.

Yoga dan meditasi
            Kata Yoga menggambarkan berbagai disiplin atau latihan untuk pengembangan diri, terutama untuk mencapai Tuhan dengan pengalaman langsung. Tetapi, Yoga juga mungkin digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih rendah, seperti mengendalikan kekuatan-kekuatan alam dan proses psikologis. “Yoga” berasal dari akar kata sansekerta “Yuj”, yang berarti menyatukan diri individual dengan Tuhan. Orang yang mempraktekkan yoga disebut Yogi.[20]
            Syarat-syarat Yoga menurut Behbehani, diantaranya adalah:
1.    Yama adalah mengesampingkan perbuatan-perbuatan jahat, yakni kontrol diri.
2.    Niyama adalah ketaatan yang teratur dan sempurna terhadap aturan-aturan moral.
3.    Asana yang berarti sikap atau posisi badan, yang paling terkenal adalah postur 'bunga teratai'.
4.    Pranayama adalah praktik nafas terkontrol.
5.    Pratyhara adalah mengendalikan indra.
6.    Dharana berarti menenangkan pikiran dengan konsentrasi yang intensatas atas sebuah objek.
7.    Dhyana adalah meditasi yang mendalam.
8.    Samadhi adalah mencapai kesadaran murni dalam tingkat keadaan yang paling tinggi. Pengalaman samadhi bersifat menyeluruh dan tak terbatas.

            Dalam Yoga, selalu berupa latihan fisik dan diet vegetarian karena berpedoman, apa yang ia makan itulah yang menentukan seperti apa dirinya nanti. Dikatakan, secara spiritual sesungguhnya tubuh manusia terdiri atas badan kasar (jasmani) dan badan halus (jiwa atau rohani). Seseorang dikatakan betul-betul sehat kalau manusia itu sehat dalam tiga hal -- jasmani, rohani dan sosial. Manusia sebagai makhluk sosial, kata Maitriya, akan hidup dengan sesamanya, dengan lingkungannya dan hubungannya dengan Sang Pencipta (Tri Hita Karana). Manusia yang terdiri atas Panca Mahabuta (mikrokosmos) hidup pada alam lingkungannya atau alam jagat semesta (buana agung atau makrokosmos). Jadi, timbulnya suatu penyakit pada seseorang banyak hubungannya dengan lingkungan atau alam jagat semesta, ujarnya sembari menyebut bahwa salah satu cara pengobatan dan pencegahan penyakit adalah melalui meditasi.

Mantra Gayatri
            Bentuk bhakti yang lain lagi adalah penyerahan diri sewaktu sengsara menimpa. Manusia tidak luput dari rasa duka, dan semua itu pada dasarnya adalah kita yang membuat dan mencari-cari sendiri. Oleh karena itu janganlah larut di dalam penyesalan dan kedukaan, serahkan diri kepada Tuhan. Menyebut nama Tuhan dan menuliskan nama Tuhan besar sekali manfaatnya. Ada sebuah kisah dimana Hanuman memimpin pasukan kera saat membuat jembatan Situbanda, ia senantiasa menuliskan nama Rama pada setiap batu dan selalu mengucapkan nama Rama. Walaupun pekerjaan itu luar biasa hebatnya, namun kegembiraan memuja Rama memberikan keberhasilan. Bagi Hanuman seluruh hidupnya diabdikan untuk Rama dan selama hidupnya ia tidak pernah melupakan wajah Rama. Dan setelah perang selesai, sang Hanuman diberikan sebuah kalung mutiara oleh Dewi Sita sebagai hadiah, setelah melihatnya sejenak lalu sang Hanuman menggigit dan membuang mutiara itu. Sehingga timbul keheranan dari Maharsi agastya dan bertanya kepada Hanuman mengapa ia melakukan hal itu. Lalu sang Hanuman mengatakan bahwa dalam setiap butiran mutiara itu tidak ditemukannya wajah Sri Rama dan apalah gunanya mutiara baginya yang hanya seekor kera.
            Lalu Maharsi Agastya berkata “Hanuman jangan kamu merasa diri paling bhakti pada Sri Rama, apakah dalam hatimu sungguh-sungguh kamu memuja Sri Rama?” maka Hanuman pun merobek dadanya dengan kukunya yang tajam dan tampaklah dalam hatinya gambar Sri Rama dan Sita. Semua yang menyaksikan hal itu menjadi heran dan akhirnya Sri Rama pun berkata “baiklah Hanuman hadiah yang kuberikan kepadamu adalah diri kami berdua, kami adalah milikmu selamanya, simpanlah kami selalu di dalam hatimu. Maka Hanuman pun menyembah dengan puas. Demikianlah Hanuman sebagai contoh dari orang yang selalu bhakti, ingat dan selalu berbuat demi untuk tuannya yaitu Sri Rama yang merupakan awatara (avatar) Wisnu.
            Sangatlah mudah untuk mengusir penderitaan dengan mengingat-ingat  Tuhan, selalu mengenang wajah-Nya dan menyebut nama-Nya berulang-ulang; dengan begitu kita akan menghindarkan diri kita dari kesalahan dalam bertindak dan menjadikan hidup kita lebih bersemangat. Nasib sial yang menimpa diri kita, walaupun sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi nasib itu datang juga, seperti halnya kematian seorang anak atau kegagalan dalam usaha, maka janganlah menjadikan kita putus asa dan jangan pula penderitaan menjadi beban, karena semua penderitaan akan datang dan pergi seperti awan di langit. Oleh karena itu di dalam keadaan yang gawat, jangan biarkan pikiran menjadi panik, pujalah Tuhan, serahkan segala beban penderitaan hidup pada-Nya, sampaikanlah penderitaan itu dengan tulus dan jujur, mohon pengampunan padaNya, maka kita akan merasakan beban penderitaan itu makin berkurang. Kepercayaan kepada Tuhan penting sekali, karena kepercayaan kepada-Nya dapat meredam segala penderitaan. Meski penderitaan itu terjadi akibat tindakan kita sendiri, akan tetapi tetap saja hal itu terjadi atas lindungan-Nya, dan hanya kembali kepada-Nya lah kita bisa tentram dan legawa.
            Bersikap 'kembali pada-Nya' tidaklah mudah kalau manusia tidak mengenal kekurangan dirinya. Perbedaan antara roh yang terikat dan roh yang mencapai pembebasan adalah roh yang terikat memiliki empat jenis kekurangan. Kekurangan yang pertama adalah pasti berbuat salah. Kekurangan yang kedua adalah dipengaruhi oleh khayalan. Khayalan berarti menerima sesuatu yang tidak ada: maya. Maya berarti sesuatu yang tidak ada. Setiap orang menganggap bahwa badan ini adalah dirinya. Tapi pada dasarnya badan materi ini hanyalah khayalan. Kekurangan ketiga adalah kecenderunagn untuk menipu. Setiap orang ada keinginan untuk menipu yang lain. Bahkan orang bodoh nomor satu sekalipun, dia menganggap dirinya paling pintar. Bahkan sudah dinyatakan kalau dia dalam khayalan dan berbuat salah masih saja dia berteori, “saya kira ini begini dan begini.” Tapi sebenarnya dia tidak mengetahui posisi dia yang sebenarnya.  Ini penipuan. Yang keempat adalah  indria-indria yang kurang sempurna.  Kita sangat bangga dengan mata kita. Sering kali orang orang menantang” bisakah anda menunjukkan saya Tuhan?” tapi apakah anda punya mata yang bisa melihat Tuhan?  Anda tidak akan pernah melihat-Nya kalau anda tidak punya mata untuk itu. Jika tiba-tiba kamar ini gelap, anda tidak akan bisa melihat apapun bahkan tangan anda sendiri. Jadi kekuatan apa yang telah anda miliki untuk melihat?  Dengan segala kekurangan tersebut, dalam kehidupan yang terikat, kita tidak dapat memberikan pengetahuan yang sempurna  kepada siapapun.
            Manusia berada di suatu tempat yang berawal dari tindakan muncullah ikatan khayal, kemudian berawal dari khayal muncullah pikiran yang terputar balik, lalu mental yang terbalik menuju pada kelakuan yang keliru, dan akhrinya kelakuan yang keliru itu menghasilkan kelahiran kembali dan tidak tercapailah mokhsa. Dari sini kita bisa lihat bahwa karma yang menjadi sebab kita lahir kembali. Di atas kita telah membahas masalah Dharma, kemudian Artha, sekarang saatnya membahas masalah karma, mokhsa, dan kaitannya dengan kesehatan holistik dalam balutan yoga dan mantra. Kembali kepada Tuhan akan lebih mudah jika dihantar dengan yoga dan mantra yang akan memperlancar perjalanan.

Jivi (=Jiwa-individual soul) lahir dalam Karma
Ia tumbuh melalui Karma
Ia berakhir dalam Karma
Karma adalah wasit Ilahi
Karma itu penyebab
Kebahagiaan maupun kesusahan.[21]

            Ketika kita – manusia dilahirkan, otomatis kita terlibat dalam tindakan. Kemudian setelah kita menerima upacara Gayatri, kita akan lahir kembali (ia menjadi Dwija, lahir dua kali). Gayatri dinyatakan sebagai Chhandasa am maathah - Ibu seluruh Weda. Salah satu nilai Gayatri adalah sebagai doa yang melindungi atau memelihara Gayas atau manusia.
            Gayatri mantram yang diakhiri dengan kata pracodayat, adalah ibunya dari empat veda (Rgveda, Yayurveda, Samaveda, Atharwaveda) dan yang mensucikan semua dosa para Dwija. Mantra Gayatri ini memberikan umur panjang, prana dan keturunan yang baik, pelindung binatang, pemberi kemasyuran, pemberi kekayaan, dan memberi cahaya yang sempurna. Telah ditetapkan bahwa Gayatri Mantram adalah ibu ke empat Weda, dimana seluruh Weda itu berisikan atau lahir untuk memberikan penjelasan tentang Gayatri Mantram. Hal demikian juga terdapat dalam cerita Ramayana. Rsi Walmiki mengambil Gayatri Mantram dari Weda terdapat 24 aksara Gayatri Mantram. Ke 24 aksara tersebut dijelaskan dalam keseluruhan cerita Ramayana.
            Gayatri mantram juga disebut dengan guru mantra Savita mantra, dan Maha mantra Gayatri mantra terdapat dalam veda dan mantra ini adalah paling suci diantara mantra. Veda, Upanisad, purana dan Bhagawad gita, selalu mengatakan bahwa gayatri mantra paling suci dan penting, mantra ini perlu dan harus diucapkan setiap orang yang ingin mendapatakan kebahagiaan dunia dan moksa.

OM Bhur-Bhuvah-Svah.
Tat savitur varenyam
bhargo devasva dhimahi.
Dhiyo yo nah pracodayat[22]

Mantra ini bisa diartikan perkata sebagai berikut:
Om: suara primer yang mewakilkan Brahma[23],
Bhur:  Dunia fisik yang menyatu dengan energi vital spiritual, prana,
Bhuvah: Dunia mental dan penghancur kesengsaraan,
Swaha: Dunia celestial dan spiritual yang menghasilkan kebahagiaan,
Tat: Tuhan, yang mengacu pada Paramatma (Ultimate Spirit),
Savithur: Sang Surya atau Pencipta Dunia,
Varenyam: Yang Maha di Elukan, 
Bhargo: Peluruh segala dosa, 
Devasya: Yang Maha Utama,
Dheemahi: kita bermeditasi padaMu,
Dhiyo: Sang Intelek, 
Yo: Cahaya,
Nah: kami,
Prachodayath: Yang Tercerah.[24]

            Gayatri digambarkan dengan memiliki lima wajah. Pertama adalah OM (Tuhan), Kedua BHUUR BHUVAH SVAH. Ketiga adalah TAT SAVITUR VARENYAM. Keempat BHARGO DEVASYA DHIIMAHI. Kelima: DHIYO YO NAH PRACHODAYAAT. Lebih dalam lagi, Gayatri mewakili lima Prana atau kekuatan hidup dalam lima wajah ini. Gayatri adalah pelindung lima Prana dalam diri manusia, Gayantham thraayathe iti Gayatri. Karena melindungi orang yang mengucapkannya, ia disebut Gayatri.
            Jika Gayatri bertindak sebagai pelindung kekuatan hidup, ia dikenal sebagai Savithri. Dalam cerita Purana Savithri terkenal sebagai istri yang berbakti dan membawa kembali hidup kepada suaminya, Sathyawan. Savithri meminpin kelima Prana. Ia melindungi mereka yang menuntut hidup kebenaran. Inilah artinya yang mendalam. Bila kecerdasan dan intuisi seseorang berkembang karena pengucapan doa, keilahian yang menggiatkannya adalah Gayatri. Bila kekuatan hidup dilindungi, keilahian yang menjaga disebut Savithri. Bila kemampuan berkata-kata dilindungi, keilahian itu disebut Saraswathi. Karena peran Savithri, Saraswathi dan Gayatri yang melindungi dalam hubungannya dengan hidup, kemampuan bercakap-cakap dan kecerdasan, Gayatri disebut sebagai Sarvadevathaa-swarupini - penjelmaan semua keilahian.
Kalau diamati, maka inti dari Mantra Gayatri adalah tindakan yang kita lakukan ketika kita dihadang bencana dan ditimpa musibah dan kesedihan, yaitu rasa syukur, meditasi, dan berdoa.
            Doa Gayatri harus diucapkan tiga kali sehari: pagi (saat matahari terbit), siang, dan sore (saat matahari terbenam). Saat-saat itu disebut Sandhyaa Kaalam. Seperti manusia waktupun memiliki tiga sifat: Satwa, Rajas dan Tamas. Sehari dibagi menjadi tiga bagian. Empat jam masing-masing antara 04.00 s.d. 08.00 dan 16.00 s.d. 20.00 memiliki sifat Satwa. Delapan jam antara 08.00 s.d. 16.00 adalah Rajasik. Delapan jam antara 20.00 s.d. 04.00 yang biasa digunakan untuk tidur adalah Tamasik. Delapan jam pada siang hari antara 08.00 s.d. 16.00 digunakan oleh semua makhluk pada umumnya untuk melaksanakan kewajiban mereka sehari-hari dan dianggap sebagai Rajasik. Bila empat jam yang Satwik pada pagi hari antara jam 04.00 s.d. 08.00 digunakan untuk melibatkan diri dalam tindakan baik seperti berdoa, kelakuan baik, berada dalam lingkungan yang baik, pastilah orang itu mengangkat dirinya dari tingkat manusiawi ke keilahian. Ia tak dihubungkan pada suatu ajaran, kasta, pujaan atau institusi tertentu.
            Dikatakan bahwa doa ini merupakan perwujudan sembilan warna:
1) OM;
2) BHUUR;
3) BHUVAH;
4) SVAH;
5) TAT;
6) SAVITUR;
7) VARENYAM;
8) BHARGO;
9) DEVASYA.

'Dhiimahi' dihubungkan dengan segi meditasi, 'Dhiyo yo nah prachodayaat' berkaitan dengan permohonan. Secara keseluruhan doa ini berisi tiga segi: penguraian, meditasi dan permohonan.

Evaluasi
            Jalan menuju ketenangan dan kebahagiaan tersimpan di dalam batin kita masing-masing. Penyelerasan kehidupan kita saat ini dengan kehidupan ideal yang kita impikan akan dihiasi dengan usaha dan doa (mantra). Dengan begitu kita telah mengisi kehidupan kita dengan kehadiran Tuhan setiap saat. Pada saat itulah kita memahami arti keadilan sebuah hidup sehingga kita akan lebih berterima kasih ketimbang merasa bahwa hidup tidak adil.
Segala mantra, tahapan cakra, yoga, dan juga pembelajaran masalah karma adalah hal-hal yang mengantar manusia pada Pribadi Tingginya. Ketika manusia memilih untuk marah, benci, sedih dan dengki, saat itu ia memang memilih untuk belajar tentang kehidupan, namun ia takkan berevolusi karena ia menciptakan suasana negatif dengan memancarkan energi negatif yang melemahkan. Kalau boleh kita kembali mengingat arti dari Mantra Gayatri:
Kita bermeditasi untuk kejayaan Sang Pencipta;
Yang telah menciptakan Semesta;
Yang pantas untuk disembah;
Yang memiliki keutamaan Ilmu dan Cahaya;
Yang meluruhkan dosa-dosa;
Semoga Dia mencerahi kita.

Dari mantra ini bisa dilihat bahwa efek yang terjadi ketika kita menyerahkan diri secara total kepada Yang Maha Esa; ketika kita memancarkan energi positif secara sadar, maka kita telah melepas ketakutan, kesedihan, memilih kesembuhan, dan tengah menyelaraskan jiwa dengan ruh menuju keberadaan Cahaya dan saat itulah terjadi pencerahan. Maka itu, nikmatilah rasanya mencapai kedewasaan spiritual!





[1] Caroline Myss PD. 1996. Anatomy of the Spirit: The Seven Stages of Power and Healing. New York: Three Rivers Press. h. 9.


[2] Ibid., h. 102-103.
[3]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 99. 
[4]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 109.
[5]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 583.
[6]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 9.
[7]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 590.
[8]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 601.
[9]Dalam bahasa aslinya, 'bhaktya tv ananyaya sakya, aham evam-vidho 'rjuna. Jnatum drastum ca tattvena pravestum ca parantapa.
[10]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 4.
[11]Menurut Prabhupada dalam magnum opusnya, Bhagavad-gita as it is, arti kata 'agama' agak berbeda dari kata Sanatana-dharma. Kata 'agama' mengandung arti 'keimanan', dan keimanan dapat berubah. Akan tetapi sanatana-dharma berarti kegiatan yang tidak dapat berubah; merupakan bagian pokok dari makhluk hidup selamanya. Coba lihat Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 17-19.
[13]Swami Chinmayananda, Manduknya Upanishad (Bombay: Central Chinmaya Mission Trust, 1990).
[14]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 9-12.
[15]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 89.
[16]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 2000. Bhagavad-gita menurut aslinya (Cet.5), Jakarta: Penerbit Hanuman Sakti., h. 305.
[17]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 1982. Ajaran Abadi Upadesamrta: terjemahan bahasa Indonesia dari Sri Upadesamrta karangan Srila Rupa Gosvami (Cet.5), Jakarta: PT Pustaka Bhaktivedanta., h. 21. 
[18]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 1982. Ajaran Abadi Upadesamrta: terjemahan bahasa Indonesia dari Sri Upadesamrta karangan Srila Rupa Gosvami (Cet.5), Jakarta: PT Pustaka Bhaktivedanta., h. 1-2. 
[19]Prabhupada, Sri Srimad A.C Bhaktivedanta Swami. 1982. Ajaran Abadi Upadesamrta: terjemahan bahasa Indonesia dari Sri Upadesamrta karangan Srila Rupa Gosvami (Cet.5), Jakarta: PT Pustaka Bhaktivedanta., h. 15-16.
[20]Behbehani, Soraya Susan. 1999. Ada Nabi dalam Diri. Jakarta: Serambi., h. 50.
[21] Lembaran Sai - Sirkuler Bandung, Oktober 1986 Wacana Bhagawan Sri Satya Sai Baba pada saat upacara Upanayanam, yaitu hari pemberian Doa Gayatri bagi anak-anak laki, suatu tahap yang penting artinya dalam hidup seseorang untuk memulai kehidupan spiritualnya.
[23]Menuruh Behbehani, mantra selalu bermakna. Om berarti 'saya begitu' dan kata ini tergolong unik karena mengandung huruf a,u, dan m. Kata ini dimulai dengan a, yakni artikulasi pertama yang bisa kita ucapkan di belakang bagian mulut, menjalar ke suara u di tengah-tengah, dan diakhiri dengan suara akhir, yang bisa kita ucapkan, m. A secara tepat diikuti oleh u, membentuk o, dan karena itu dibaca om yang merupakan proses dari awal sampai akhir dan bermakna kesatuan. Behbehani juga menjelaskan bahwa mantra itu adalah doa yang memberikan efek-efek pada tubuh dan konsentrasi. Lihat Soraya Behbehani (1999, h. 50-54).
[24]Secara keseluruhan Mantra Gayatri bisa diartikan:
Kita bermeditasi untuk kejayaan Sang Pencipta;
Yang telah menciptakan Semesta;
Yang pantas untuk disembah;
Yang memiliki keutamaan Ilmu dan Cahaya;
Yang meluruhkan dosa-dosa;
Semoga Dia mencerahi kita. 

2 komentar:

  1. Menarik untuk dibaca lebih dalam.

    Pernah aku bermalam-malam meditasi pada malam yang gelap. Ngga di rumah aja, tapi di alas, tanah lapang, deket sungai, bahkan sampe kuburan. Intinya mencari secerah cahaya dalam sunyi.

    Namun aku tidak menemukan "mereka" yang kasat di mataku. Mungkin hatiku masih kotor atau belum diijinkan untuk melihat dan mendapat petunjuk-Nya. Hehehe..

    BalasHapus
  2. biasanya kalau hati ingin menemukan malah engga ketemu. tapi kalau pas tidak ada keinginan apapun malah dipertemukan :)

    aku juga pernah di kuburan waktu di Pekalongan, dan banyak orang di situ juga lagi doa cari apa kurang tahu jadi kuburan ramenya kaya pasar. aku pas nganter temen waktu itu dia dianterin seorang ustad yang doa buat kesembuhan orang tuanya. gila! yang dtg mungkin Nyai dari Pantai atau gimana, karena aku langsung merinding kaku ga nyaman. dan tidak mau kembali mengulangi lagi karena punggung seperti di kunci. Kapok tenan :D

    BalasHapus